Minggu, 12 Juni 2011

BANTEN

WENDY

Memahami Banten by Rumah Dharma - Hindu Indonesia on Saturday, January 15, 2011 at 7:00am Banten adalah tata cara yajna
[persembahan] yang berasal dari
jaman Veda dan berakar pada
Tantra. Tata cara yajna ini
dibawa dari India ke nusantara
oleh Maharsi Agastya [abad ke-4 M] dan Maharsi Markandeya
[abad ke-8 M], dengan
disesuaikan dengan keadaan dan
situasi lokal. Lalu seiring waktu
banten ini terus dikembangkan
oleh orang-orang suci lokal, seperti [kalau khususnya di bali]
oleh Mpu Sangkulputih, Mpu
Jiwaya, Danghyang Nirartha, dll. FUNGSI BANTEN 1. Banten sebagai Yantra. Yantra adalah sebuah tehnologi
spiritual. Yantra mewujudkan
simbol-simbol suci dari misalnya
alam semesta, kesadaran, para
dewa-dewi, dll. Selaras dengan isi
Lontar Yadnya Parakerti, bisa disimpulkan bahwa banten adalah
yantra, yaitu simbol-simbol mistik
yang berfungsi sebagai kanal
[saluran] penghubung dengan
para dewa-dewi dan Brahman.
Simbol-simbol ini dalam banten [seperti halnya yantra],
diwujudkan dalam tata letak
perpaduan warna, bunga-bunga,
biji-bijian dan unsur-unsur
lainnya dalam banten. 2. Banten sebagai Mantra. Banten adalah mantra yang
diwujudkan dalam bentuk fisik.
Tujuannya agar lebih kuat,
sehingga apa yang diharapkan
dapat lebih mudah terwujud
[tercapai tujuan]. Contoh banten [hanya dimuat beberapa saja
untuk mempersingkat] sebagai
perwujudan fisik mantra,
misalnya : - Sesayut Pageh Tuwuh,
perwujudan mantra Rig Veda
VII.66.16 Om taccaksura devahitam
sukram uccarat, pasyema
saradah satam, jivema
saradah satam [Brahman dan para dewa-dewi, semoga
sepanjang hidup hamba selalu
melihat mata-Mu yang bersinar]. - Daksina, perwujudan Gayatri
Maha Mantram [Rig Veda III.62.10] Om bhur bhuvah svaha, tat
savitur varenyam, bhargo
devasya dimahi, dhiyo yo
nah pracodayat [Kami bermeditasi kepada cahaya
realitas mahasuci, yang
merupakan dasar dari tiga
macam alam semesta. Semoga
pikiran kami dicerahkan]. - Byakala Dhurmanggala,
perwujudan mantra Rig Veda
V.82.5 Om visvani deva savitar,
duritani para suva, yad
bhadram tanna a suva [Brahman sebagai cahaya realitas
mahasuci, jauhkanlah segala
energi jahat dan berkahi kami
dengan yang terbaik]. - Sesayut-canang pengrawos,
perwujudan mantra Rig Veda
I.89.1 Om a no bhadrah krattavo
yantu visvatah [Semoga pikiran yang mulia datang dari
segala arah]. - Sesayut Pageh Urip,
perwujudan Maha Mrityunjaya
Mantra [Rig Veda VII.59.12] Aum tryambakam yajamahe,
sugandhim pusti-
vardhanam, urvarukam iva
bandhanan, mrtyor muksiya
mamrtat [Kami memuja Dewa Shiva, yang penuh welas asih,
yang wanginya memelihara
semua mahluk. Semoga kami
dibebaskan dari alam kematian
menuju pembebasan. Laksana
ketimun masak yang sangat mudah melepaskan diri dari
tangkai yang mengikatnya]. - Dll. 3. Banten sebagai yajna
[persembahan]. Bisa dikatakan bahwa secara
umum landasan pokok dari yajna
adalah welas asih dan rasa
terimakasih, ke semua arah dan
semua loka [alam semesta]. Apa-
apa yang kita dapatkan dalam hidup ini, kita kembalikan dalam
bentuk persembahan suci
[mebanten, yajna, upakara]. Dan
aktifitas ini bukannya tidak ada
efeknya. Bagi orang-orang yang
mata bathinnya sudah terbuka, akan bisa melihat vibrasi kosmik
kesucian dan kedamaian di Pulau
Bali sungguh luar biasa. 4. Banten sebagai sastra
[ajaran dharma]. Pada jaman dahulu sarana
komunikasi tidaklah semudah
sekarang. Tidak ada percetakan
yang dalam sekejap bisa
mencetak ribuan buku, tidak ada
internet, dll. Terlebih lagi jaman dahulu banyak sekali orang yang
buta huruf. Sehingga oleh para
tetua kita yang bijak, ajaran
dharma diletakkan atau
”disembunyikan” di dalam banten. Banten adalah ajaran dharma
dalam bentuk simbol-simbol yang
mona [diam], seperti halnya
huruf-huruf tulisan yang diam.
Tapi seandainya kita cukup
memahami sasahaning tukang banten, lalu disaat kita
mejejaitan, maka banten itu
dengan sendirinya akan banyak
menuturkan berbagai ajaran
dharma yang selaras dengan
Veda dan Vedanta. Misalnya pada banten itu ada reringgitan dan
tetuwasan yang melambangkan
keteguhan bathin. Ini bermakna
sebagai wujud keteguhan bathin
di dalam menghadapi berbagai
bentuk godaan kehidupan. Dalam keadaan banyak sekali
hambatan untuk meneruskan
ajaran dharma secara tertulis di
jaman dahulu, para tetua kita
yang bijak mengharapkan ajaran
dapat ditanamkan ke dalam lubuk hati secara motorik, melalui
pembuatan banten. 5. Banten sebagai sarana
untuk membuat segala
sesuatu menjadi baik. Ada berbagai macam tata-cara
banten sesuai tujuannya, yaitu
sebagai sarana penyucian,
sarana somya [harmonisasi], dari
pikiran gelap menuju terang, dari
keadaan suram menuju sejahtera, dari bencana menuju
aman-tenteram, dll. Secara garis
besar, inilah tujuan tertinggi dari
banten, yaitu membuat segala
sesuatu menjadi baik. Tidak ada
tujuan lainnya lagi yang lebih penting. Misalnya [salah satu contoh]
banten sebagai sarana somya
[harmonisasi]. Alam semesta
berada dalam pengaruh vibrasi
energi kosmik yang bersifat tri
guna [tiga sifat alam], yaitu : sattvam, rajas dan tamas.
Sehingga tidak hanya manusia
yang memiliki tingkatan-
tingkatan spiritual, tapi alam
sekitar lingkungan kita juga.
Ketika kita melakukan persembahan, vibrasi energi
yang muncul dari persembahan
mengurai vibrasi unsur rajas-
tamas di alam, sekaligus
membangkitkan dan
meningkatkan vibrasi unsur sattvam. Sehingga memurnikan
vibrasi kosmik alam sekitarnya. Semuanya adalah pengetahuan
rahasia yang diperoleh sebagai
berkah dari alam dewa oleh para
maha-siddha, yang kita warisi
sampai saat ini. FAKTOR PENTING YANG
MEMBUAT BANTEN BISA
BERFUNGSI SEMPURNA Yajna yang baik adalah Yajna
yang sattvika. Dan ini sama sekali
tidak diukur dari besar-kecilnya
volume banten atau besar-
kecilnya biaya yang dihabiskan.
Melainkan harus memenuhi tiga persyaratan di bawah ini : 1. Sumber bahan harus
baik. Banten harus bersumber dari
bahan atau uang yang baik,
tidak dari hasil korupsi, mencuri,
merampok, menipu, berhutang,
menjual tanah warisan, dll.
Banten yang bersumber dari bahan atau uang yang tidak
baik, tidak nyambung dan sia-sia.
Persembahan yang bersumber
dari bahan atau uang seperti itu
percuma, sebab vibrasi sattvam
[jyoti atau cahaya] dari banten- nya hilang. Maka dari itu, penting sekali
membuat banten yang sesuai
dengan kemampuan kantong kita
yang sewajarnya, agar tujuan
yajna dapat tercapai. 2. Proses pembuatan. Ketika membuat banten, sebisa
mungkin kita harus membuatnya
dengan pikiran bersih, disertai
ketulusan dan kesabaran. Kalau
bisa dengan diam atau dengan
menyanyi lagu-lagu kidung surgawi [atau boleh juga dengan
lagu-lagu mantra ala modern],
agar pikiran kita terpusat.
Jangan membuat banten sambil
bergosip atau omongan aneh-
aneh lainnya. Kita bisa bandingkan dengan saat banten
disiapkan untuk upacara besar di
Besakih. Tempat membuat
banten disebut dengan pesucian
yang tidak boleh dimasuki oleh
sembarang orang atau orang yang tidak berkepentingan. Ini
erat kaitannya dengan proses
pembuatan. Kalaupun banten-nya membeli,
membelinya jangan disertai
dengan keluhan-keluhan ini-itu.
Sebab hal ini berpengaruh
kepada vibrasi banten-nya. 3. Proses menghantar. Apapun yang terjadi ketika kita
menghaturkan banten, jangan
lupa dilaksanakan dengan sejuk,
teduh dan penuh kesabaran.
Kalau gara-gara mebanten kita
bertengkar atau marah-marah, hal ini sangat mempengaruhi
banten-nya. Jangan pernah
sampai karena banten, yajna
atau upakara kita jadi menyakiti
hati orang lain. BESAR-KECILNYA BANTEN Ada sembilan alternatif volume
banten, yaitu mula-mula dibagi
dalam 3 kelompok, alit, madya,
utama. Kemudian masing-masing
kelompok dibagi lagi menjadi 3
sub kelompok, misalnya : aliting alit, madyaning alit, utamaning
alit, dll. Tidak benar kalau ada yang
menyebutkan bahwa besar-
kecilnya volume banten
menentukan hasil yajna
[upakara]. Tidak benar bahwa
untuk setiap upakara diharuskan dengan volume banten besar. Ini
ada dua kemungkinan, salah
kaprah [ketidak-tahuan] atau
sebuah ketidak-jujuran yang
bermotif materi. Dalam berbagai lontar kuno di
Bali banyak yang menjelaskan hal
ini, diantaranya Lontar Kusuma
Dewa [copy original tersimpan di
Gedong Kertya, Singaraja].
Kesembilan alternatif volume banten itu adalah sama, tidak
berbeda tingkatan secara
siginifikan. Hal yang membedakan
adalah, semakin kecil volume
bantennya, maka semakin
banyak mantra yang dibacakan oleh yang memuput upakara-nya.
Sebaliknya semakin besar volume
bantennya, maka semakin sedikit
mantra yang dibacakan oleh
yang memuput upakara-nya. Ini
berarti bahwa volume banten yang kecil bisa digantikan oleh
mantra. Sekali lagi, penting sekali
membuat banten yang sesuai
dengan kemampuan kantong kita
yang sewajarnya, agar tujuan
yajna dapat tercapai. Karena
yang menentukan banten adalah sumber bahan, proses
pembuatan dan proses
menghantar sebagaimana
dijelaskan sebelumnya. BAGAIMANA KALAU TIDAK ADA
BANTEN Banten adalah yajna
[persembahan] dan memberi
vibrasi harmonis yang sangat
kuat [karena diwujudkan],
sehingga banten tetap
dibutuhkan. Tapi dalam keadaan tertentu, kita mungkin saja
mengalami kesulitan memperoleh
banten yang sesuai. Misalnya [hanya contoh] kita
punya niat untuk sembahyang ke
sebuah pura, tapi karena satu
hal kita tidak bisa membuat atau
memperoleh pejati. Disini pejati
bisa kita ganti dengan cukup satu buah canang sari saja,
karena canang sari adalah
volume alit dari pejati [pejati =
utama, canang sari = alit]. Tapi
kalaupun canang sari juga tetap
tidak bisa, kita bisa ganti dengan cukup ketulusan dan kebersihan
bathin. Dan ini adalah pondasi
dasar yang terpenting dari
semuanya. Seperti halnya tertulis dalam
lontar Kanda Pat Sari, "Banten
satus soroh alah dening ajauman
sadulang, ajuman sadulang alah
dening idep sanunggal", -banten
seratus macam [banyak] bisa "kalah" oleh ajuman sadulang
[banten kecil yang terdiri dari
penek, jajan, canang, dll], ajuman
sadulang bisa "kalah" oleh pikiran
yang baik dan jernih-. HAL YANG TERPENTING Sebagian kecil orang ada yang
menganggap perjalanan bhatin,
perjalanan karma dan perjalanan
ke alam kematian akan selesai
dengan banten dan upakara. Hal
ini adalah sebuah pendapat yang sangat salah. Satu-satunya hal
yang paling berguna adalah
bathin yang bersih, sejuk dan
terang. Menjadi penganut Hindu itu
sakral, karena sejak lahir sampai
mati, tidak terhitung banyaknya
upakara yang dibikin untuk diri
kita hanya untuk membuat kita
menjadi baik [mulai bayi baru lahir di RS, bayi pulang sampai di
rumah, 12 hari, 3 bulan, 6 bulan,
otonan, dll dst— nya]. Dan satu hal yang akan membuat kesakralan
ini baru muncul cahaya
terangnya adalah, kalau di dalam
bathin dan di dalam keseharian,
kita juga baik. Banten, yajna dan upakara itu
baik dan penting. Tapi yang
nomer satu terpenting adalah
bagaimana membuat bathin kita
menjadi bersih, sejuk dan terang.
Bagaimana cara mendasar untuk membuat bathin kita bersih,
sejuk dan terang ? Dengan welas
asih, kebaikan, kesabaran,
rendah hati dan selalu berpikir
positif. Di jalan dharma, kita
boleh lupa yang lain, tapi harus ingat yang satu hal pokok yang
terpenting, yaitu welas asih dan
kebaikan. Rasa hormat dan welas
asih kepada orang lain, mahluk
lain, pepohonan, gunung, sungai,
dll semua yang ada di bumi ini, secara nyata dalam keseharian
kita. Rumah Dharma - Hindu Indonesia

oleh wendy qiruna

Tidak ada komentar: