Senin, 13 Juni 2011

Cara Tetep Optimis Diwaktu yang Sulit

Tidak seorangpun hidup tanpa masalah. Ini adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Setiap orang mempunyai saat-saat sulit sendiri tetapi bersikap optimis saat masa sulit adalah hal penting untuk meraih hal yang lebih besar dalam hidupmu. Berikut ini adalah hal penting untuk tetap optimis tak peduli apapun masalahmu

Quote: 1. Selalu bersyukur,

apapun masalahmu Ini adalah hal terpenting,
aku ulangi, TERPENTING
untuk dilakukan dalam
setiap situasi yang kamu
alami. Biasanya, jauh lebih
mudah untuk menemukan 1000 alasan untuk
mengeluh, untuk merasa
depresi, atau yang lebih
buruk, untuk bunuh diri
dibandingkan satu alasan
untuk merasa bersyukur di masa yang sulit (oke,
mungkin, itu agak sedikit
hiperbolik, tetapi dasarnya benar ). Jika masih sulit untuk dilakukan, cukup
lihatlah sekitarmu,
tontonlah TV, atau carilah
di internet. Temukan 10
orang yang memiliki kondisi
jauh lebih buruk daripada kamu. Aku berani bertaruh
kamu dapat menemukannya dengan mudah . Lalu apa poinnya? Poinnya adalah
KAMU tidak sendiri. Titik.

Quote: 2. Ingatlah semua
memori positif di masa lalu,

jangan buang waktumu dengan mengeluh di saat sekarang, dan fokuslah terhadap masa depanmu Judul di atas sudah berkata
segalanya. Masa sekarang
akan menjadi masa lampau
satu detik dari sekarang,
dan masa depan akan
menjadi masa lampau satu detik sesudahnya. Apakah
kamu ingin membuat memori
positif yang lain dengan
melakukan hal yang positif
atau hari-hari yang suram
dengan terus mengeluh? Terserah anda, teman

Quote: 3. Selalu mengingat bahwa manusia cenderung lebih kreatif saat berada di bawah tekanan Itu tergantung masing-
masing orang.

Jika
seseorang dapat mengatasi
rasa putus asa, biasanya
mereka akan mencoba
banyak cara yang kreatif untuk menjadikan hidup
lebih baik. Itu bisa berarti
cara yang positif atau
negatif. Cara yang positif
adalah cara untuk mencapai
kebahagiaan jangka panjang. sedangkan cara
negatif adalah cara untuk
mencapai kebahagiaan
jangka pendek. Hindari
cara-cara yang negatif,
karena itu sama dengan menggali kuburmu sendiri.
Kesimpulannya adalah,
semakin optimis dirimu,
semakin kreatif juga dirimu
nantinya. Dengan kata lain,
kamu dapat menemukan ide-ide bagus saat kamu
berada dalam masalah.
Optimislah!

Quote: 4. Baca cerita-cerita tentang orang-orang yang melalui masa sulit dan menjadi orang sukses

Baca cerita mereka dan
pelajarilah apa yang
mereka lakukan untuk
mengatasi masalah. Kamu
akan mendapatkan banyak
wawasan dari situ. Tetapi, jangan cuma bersemangat
sebentar setelah kamu
membaca. Latihlah itu di
hidupmu dan kamu akan
memiliki hidup yang jauh
lebih baik.

Quote: 5. Tetap tenang, jangan panik

Seorang yang panik
cenderung membuat
segalanya semakin buruk.
Rebahkan badanmu, tutup
matamu dan ambil napas
dalam-dalam. Dengan melakukan ini, tubuhmu
akan menurunkan kadar
hormon stress, kortisol dan
adrenalin. Kamu akan
merasa tenang.

Quote: 6. Lakukan hal-hal yang kamu suka

Tentu saja kamu memiliki
hobi atau sesuatu yang
kamu senang lakukan. Aku
menyarankan kamu
melakukannya! Itu akan
sangat menolongmu untuk membuat pikiranmu rileks.
Jangan biarkan masalahmu
menindasmu.

Quote: 7. Tetap berdoa Manusia memiliki batas.

Jika
kamu merasa kamu tidak
bisa melakukan apa-apa
lagi. Hal terbaik yang perlu
dilakukan adalah berdoa.
Berharaplah Tuhan akan membukakan jalan karena
kamu sudah berusaha
sekuat tenaga.

SUMBER

Quote: Semoga Bermanfaat dan Memberikan nilai yang baik untuk kita selalu optimis dalam menatap kehidupan

oleh wendy qiruna

Misteri Angka 4

Misteri Kenapa Angka 4
Tidak Dipakai Pada Produk
Nokia


Misteri Kenapa Angka 4 Tidak
Dipakai Nokia
Pernah ga agan mikir kenapa
angka 4 tidak dipakai Nokia??
Pertanyaan itu muncul beberapa
hari yang lalu setelah ane mengamati kok kayaknya ga ada
angka 4 pada tipe hp Nokia.
Ternyata jawabannya adalah
karena Tetraphobia.
Tetraphobia adalah
kekhawatiran atau ketakutan terhadap angka 4 yang
merupakan sebuah takhayul
yang paling umum di daerah Asia
Timur seperti Cina, Jepang,
Korea, dan Taiwan. Perlakuan
khusus bisa diambil untuk menghindari kemunculan angka 4
pada hari-hari libur, atau ketika
seorang anggota keluarga sakit,
khususnya dalam budaya Cina.
Selain itu, 14, 24, dan lainnya
juga dihindari karena kemunculan angka 4 di nomor-nomor
tersebut. Di negara-negara ini,
nomor lantai tersebut sering
dilompati, mulai dari hotel hingga
perkantoran hingga apartemen,
juga rumah sakit. Nomor meja 4, 14, 24, dan lainnya juga dicabut
pada pesta pernikahan atau
pertemuan sosial lainnya di
negara-negara ini. Di banyak
komplek penghunian, blok gedung
4, 14, 24 dan lainnya biasa diganti dengan 3A, 13A, dn 23A.
Di Hong Kong, beberapa
apartemen seperti Vision City
dan The Arch melompati semua
lantai dari 40 hingga 49. Di atas
39/F ada 50/F, sehingga orang- orang yang tidak takut
tetrafobia tahu bahwa sejumlah
lantai hilang.
Bangsa Cina juga memperlihatkan
hal ini dengan lambagn pesawat
militer dimulai dengan angka 5, sebagaimana pada pesawat
“Shenyang J-5″. Juga, Angkatan Laut Republik Cina (Taiwan) dan
Korea Selatan tidak
menggunakan angka 4 ketika
memasang angka bendera di
kapal-kapalnya.
Di kota-kota dimana budaya Asia Timur dan Barat bercampur,
seperti Hong Kong dan
Singapura, sangat mungkin di
sejumlah bangunan bahwa angka
13 dan 14 dilompati sebagaimana
nomor-nomor yang berisi angka 4.
Di Korea, tetrafobia tidak terlalu
ekstrim, tapi lantai 4 selalu
dilompati di rumah sakit dan
bangunan-bangunan umum. Di
gedung lainnya, lantai keempat terkadang ditandai “F” (Four), bukan “4″ pada elevatornya. Nomor apartemen yang berisi
kemunculan angka 4 ganda
(seperti 404) diharapkan
dihindari karena nilai properti
bisa berubah.
Ne sekedar contoh tipe HP Nokia Seri 1 : 1100 ,1108, 1110 dst
Seri 2 : 2100, 2112, 2300, 2650,
2505, dst
Seri 3 :3100, 3120, 3650, 3660,
3310, 3315, dst
Seri 4 : ??????????? Seri 5 :5500, 5310, 5610, 5700,
5800 Xpress Music dst
Seri 6 :6600, 6630, 6100, 6250,
6680, dst
Seri 7 : 7110, 7200, 7210, 7250i,
7610 dst… . Seri 8 : 8210, 8250, 8310, 8600,
8800, dst
Seri 9 : 9000, 9110, 9210i, 9210,
9300, 9300i, 9500 dst… Seri N : NGAGE, NGage, QD
N80 ,N90 ,N91 ,N70 ,N70 MUSIC,
N71, N72, N73 N73 MUSIC, N73
WHITE, N76 ,N77, N81, N81-2GB,
N82 ,E50, E51 ,E60, E61, E61i, E65,
E70, ,E90, N73, N79, N92, N93, N93i, N95, N95 8GB
Seri X: X6, X3 dst
Semoga bermanfaat gan...


oleh wendy qiruna

Tante Ida bagian 06

Sambungan dari bagian 05 Kupeluk buah dadanya dalam tangkupan telapak tanganku dan
ia membungkuk berpegangan ke bak dan pantatnya, pinggulnya berputar-putar, rasanya penisku
diulek-ulek dan tiap kali ia berputar tambah cepat dan gelombang-gelombang sinyal kenikmatan mulai terbentuk seperti tsunami bergelora, “Aahk..” ia menjerit cukup kencang sampai aku sempat sekilas kaget berpikir, wah kalau kedengaran tetangga bisa gawat, tapi langsung hilang karena orgasmeku sudah menjelang. “Plok.. plek.. plekk..” bunyi tubuh kami beradu bercampur keringat dan cairan bau di sekitar situ sudah mesum sekali bau sex, edan. Meletuplah Mbak Icih dan erangan- erangannya terus menerus. Tiba-
tiba cengkeraman vaginanya begitu kuat sampai aku menjerit karena agak sakit dan dikendorkannya sedikit. Aku pun tidak kuat lagi menahan, “Mbak Icihh..” kukandaskan dalam-dalam batang penisku dan zakarku rapat-rapat dengan bibir vaginanya, dan akhrinya kami saking lemasnya jatuh terduduk di depan bak cuci piring itu. Terengah-engah dan berpelukan telanjang bulat. Spermaku bertebaran di lantai dapur. “Mbak Mbak.. enak sekalii.. Mbak Icih hebat bangett..” Mukanya agak merengut dan aku sengaja tidak memberi tadi tubuhnya. “Mas To, aduh saya sudah beneran mau gila tadi rasanya.. untung masih inget kalau tidak saya sudah teriak kencang- kencang,” katanya sekarang sambil tertawa mengingat keadaan tadi. “Tapi enak kan ya Mbak, capek tidak Mbak?” “Nggak Mas To..” sergahnya dengan cepat.
“Sudah, entar tidur di sini saja deh Mbak Icih,” bujukku dengan penuh rencana.
“Entar saya kasih tahu Bu Etty atau Tante Ida kalau mereka pulang, aku bilang takut sendirian di sini.” “Hi hi hi, mana mereka percaya Mas To.. mereka juga tahu lah..paling entar Bu Etty bilang biar dia yang temenin.. hi hi hi.. ” cekikan Mbak Icih menggodaku.
“Atau Mbak dan Bu Etty yang tidur di sini Mas To..” Eh ini orang jahil pisan.
“Tapi pasti dikasih deh..” ujarnya lagi.
“Saya mandi dulu ya Mas To. Apa mau sama-sama mandi,” godanya lagi.
“Sudah deh Mas To, istirahat dulu kan sudah 2 hari ini capek,” lho kok dia tahu saja ya, padahal kemarin kan dia tidak lihat. Aku belum tahu dan tidak curiga lebih lanjut sampai beberapa waktu akhirnya aku mengerti, itu cerita lain lagi yang seru juga. Aku manggut saja, memang remuk rasanya badanku terasa juga, dan dengan gontai aku masuk ke kamar dan aku juga mandi. Penisku kelihatan merah tua sekali kepalanya dan sekitar kulit di kepala penis kelihatan agak seperti lecet tapi aku tidak merasa sakit malah “baal”, kebanyakan kali ya. Hmm, kemarin pagi aku masih perjaka, luar biasa nasibku dalam 2 hari aku main dengan 3 cewek hebat-
hebat. Sambil mandi aku melamun kenapa tidak dari dulu ya, tapi ya sudah memang jalannya gitu barangkali, batinku. Setelah mandi aku baring-baring tetap telanjang, tidak ada siap siapa. Maksudnya menunggu Mbak Icih mandi dan Ibu Etty cs balik, kan aku mesti menelepon mereka. Eh, baru 3 menit aku ketiduran, bangun-bangun aku kaget sekali karena sudah tengah malam. Aku bangun dan kulihat Mbak Icih masih nonton TV, hanya pakai sarung dikembenin t-shirtnya entah kemana. Bahunya kuning bersih dan pinggang dan pinggulnya seksi sekali dilihat dari belakang. “Mbak sudah makan?” “Sudah Mas To, dan tadi Bu Etty ke sini, saya sudah kasih tahu juga, Mas To takut sendiri.” “Apa kata Bu Etty?” tanyaku ingin tahu.
“Kata Ibu ya sudah temenin saja. Dan mereka katanya mau tidur juga capek.” “Mas To mau makan lagi apa? Mbak gorengin nasi mau, mesti makan telor Mas, buat nambah tenaga,” katanya sambil senyum nakal.
Aku rasanya lesu dan lemas badanku.
“Tidak usah Mbak Icih, aku mau tidur lagi.. tapi Mbak Icih tidurnya ditempat saya ya.. kan ranjangnya besar sekali.” “Ah malu Mas To..” “Duh Mbak, apanya lagi yang malu, kan tidak ada siapa-siapa.” “Iya deh Mas To, entar Mbak mau nonton dulu ini sinetron ya..” Sialan sinetron jelek dia mau nonton, mana ada sih sinetron kita yang bagus, bukan sekalian bikin film biru munafik deh. Besoknya pagi-pagi telepon membangunkan aku, “Kringg..” “Ya hallo,” sambutku. “Oh Toto ini Tante Ida, kamu lagi sibuk tidak? Bisa ke rumah Tante
sekarang?” Kontan saja mendengar suaranya si buyung mulai menggeliat. Dasar ngeres dan sudah ngerti.
“Tentu Tante, aku ke sana sekarang ya,” jawabku dengan gembira ria. Setiba di rumahnya, Tante Ida sudah cantik berpakaian rapi mau pergi. Aku agak kecewa dan ia melihat itu.
“To, aku perlu pergi ke kantor Oom mau ngambil gaji. Dan sebentar lagi Ibu Etty pulang arisan dan dia lupa bawa kunci. Mbak Icih lagi nganter anak-anak ke pesta temen sekolah Ita. Kamu tidak keberatan kan jagain sebentar, paling seperempat jam lagi pulang kok Bu Etty,” ujarnya sambil memeluk pundakku.
Susunya nyengsol-nyengsol menyentuh lenganku. Uhh, sudah ingin remas saja deh, dan si buyung sudah separuh naik. Sialan hanya mau diminta menunggu rumah, batinku. Tadinya aku ingin tidur siang. Capai, habis krida hari ini.
Ya deh Tante Ida, tapi entar aku minta oleh-oleh ya,” kataku sambil meraba pantatnya dan seketika Tante Ida menggelinjang geli dan ia memeluk erat.
“Iya..” desahnya basah di daun telingaku.
“Aduh gelinyaa..” Si “Ujang” langsung naik. Kumasukkan tanganku dari bawah blusnya dan kuremas- remas bagian bawah buah dadanya. Biar minta bonus sedikit, dan penisku kutempelkan di paha atas si tante biar dia tahu aku sudah siap. Tante Ida melenguh dan, “To, aku mesti pergi, entar telat, kasirnya tutup nih,” dan ditariknya tanganku lembut dan dengan terengah-engah ikut nafsu juga. “To, Tante usahakan pulang secepatnya deh, kamu sabar ya,” lenguhnya berusaha melepaskan remasanku. Tapi sambil kepingin diteruskan juga sepertinya. Akhirnya lepas juga sambil terengah-engah dan parasnya merona merah Tante Ida keluar, jalannya agak terhuyung-huyung. Aku jamin celana dalamnya sudah basah lembab tuh. Tinggal aku sendirian.
Ya sudah aku ambil majalah lagi dan aku baring-baring baca di kursi malas di kamar tamu. “Ahh..” aku meronta-ronta dan kok keras amat si buyung dan terasa disedot-sedot orang. Wah rupanya aku ketiduran dan mimpi, kupikir. Waktu kubuka mata aku terkejut melihat wajah tak kukenal, dan astaga aku sudah telanjang bulat. Tanganku terikat ke atas di kursi malas dan penisku sedang dilumat- lumat. Aku tak tahu siapa satu lagi wanita, aku hanya melihat kepalanya dan punggungnya telanjang. Kakiku, kakiku, walah terikat juga ke kiri dan kanan kursi malas. Aku masih setengah mengantuk dan bingung, sakit kepalaku rasanya terbangun tiba-tiba. Akhirnya aku sadar betul dan ketika kupalingkan muka ke kanan ada Bu Etty dan dan dia sudah bulat-bulat juga telanjang. “Bu.. saya diapakan ini,” kataku sambil nyengir keenakan. “Diam saja dah kamu,” kata Bu Etty tersenyum Ia bertolak pinggang dan duh buah dadanya menantang betul. Tapi tanganku tidak bisa mencapainya. Ini siapa Bu semuanya, saya mau diapakan sih?” Buah zakarku terasa geli sekali digaruk-garuk kuku wanita
yang menyedoti penisku. Aku menggelinjang geli, dan Bu Etty meraba puting susuku. “Ahh.. enakk..” dan tersiksa betul rasanya tanganku tidak bisa aktif, sudah ingin betul meremas susu Bu Etty yang gundal gandul di dekat bahuku. “Ini temen- temen Ibu, To. Bu Endah dan Bu Inggit. Kita tadi ngeliat kamu ketiduran dan ya seperti Ibu bilang ini temen-temen ibu itu lho,” katanya sambil menggeserkan buah dadanya di dadaku. Putingnya ditekannya ke putingku. Enak, empuk, hangat, dan seketika aku tambah bingung, lha tapi kenapa saya diikat. “Ya, kata Bu Etty kan kemarin itu kamu ngikat Mbak Icih. Ha ha.. ha.. nah kami tadi iseng pengen ngerjain kamu nih To.” Hisapan Bu Endah terasa tambah menghebat, lidahnya berputar- putar di sekitar kepala penisku dan aku sudah tidak kuat lagi mau meledak. Dan kuangkat pantatku agar masuk lebih dalam. “Ehh..” Bu Endah malah berdiri dan melepaskan mulutnya. Wah tergantung aku. Dengan terengah-engah aku bilang, “Bu tolong dong Bu sedot lagii.. sudah mau muncrat nihh.. Buu..” Bu Endah, Bu Etty dan Bu Ingit tertawa ramai-ramai, dan aku belum sempat memperhatikan seksama buah dada mereka kontal kantil terguncang- guncang karena mereka tertawa melihat aku yang seperti cacing kepanasan. Mataku masih sepet dan berkunang-kunang dari ketiduran tadi. Bu Ingit kemudian mendekat dan mengangkang. Pantatnya mengarah ke mukaku dan ia mulai turun sambil memegang batang penisku, digosok-gosoknya ke mulut liang vaginanya dan aku mendesah lagi, karena enak sekali dan aku sudah siap meledakkan orgasmeku. Bu Endah menggosokkan buah dadanya ke mulutku yang langsung kontan saja aku sergap, dan putingnya kuhisap dan lidahku berputar- putar di kacang keras itu. Bu Endah merem melek dan kulit buah dadanya yang bening kelihatan garis-garis hijau biru halus dan meremang pori- porinya. Bu Ingit masih hanya memasukkan separuh kepala penisku dan senut-senut kempotan bibir mulut vaginanya hangat dan enak sekali. Aku rasanya mau gila karena kenapa dia tidak memasukkan semuanya, aku berusaha menaikkan pantatku tapi Bu Ingit selalu menjaga jaraknya. Kurang ajar, dalam hatiku dan aku rasanya mau menjerit tapi mulutku disumpal buah dada kenyal. Kuku tajam jari Bu Etty terasa mulai menggaruk di sekitar duburku dan buah zakarku, menambah kebinalan di dalam otakku yang sudah tak bisa berpikir lagi. Aku hanya terengah-engah dalam siksaan ketiga ibu-ibu sexy sintal ini. Bisa dibayangkan, tidak semua mereka telanjang bulat (aku juga) dan aku tidak bisa semauku. Keningku terlihat kencang mengejang dan urat- urat dahiku keluar semua. Aku menggeram, “Ahh.. Ayo Buu.. aku pengen, tolong dong.. masukkin Bu..” Bu Endah menarik buah dadanya dan ia berlutut dan diturunkannya vaginanya ke mulutku, aku tak berdaya dan bau harum aku rasakan keluar dan hawa panas hangat dari vaginanya yang lembab. Aku ulurkan keluar lidahku dan kujilat-jilat, Bu Endah melenguh, “Uuhh sedapnya,” dan pantatnya maju-mundur menggeruskan vaginanya di atas mulutku. Terus di gerus-geruskan bibir vaginanya ke mulutku dan terasa cairan-cairan dari dalam vaginanya meleleh masukk. Lidahku aktif menjilati lubangnya dan klitorisnya yang sebesar kacang ijo. Bu Etty sih sebesar kacang merah nongol. Bu Ingit sementara hanya berputar di atas kepala penisku. Telapak tangannya bertopang di atas pahaku dan sambil meraba-raba dengan halus. Gilaa.. pahaku digarisnya dengan kukunya yang panjang, “Alamakk.. gelii Bu..” Bu Etty menungging dan merangkak ke dekat pantatku dan mulutnya mulai menjilat-jilat daerah yang digaruk-garuknya tadi, sekarang dijilatnya dengan lidahnya yang hangat, dan buah zakarku dikulum-kulum seperti lagi makan cupacup dan dijilatnya pelan-pelan seperti orang makan biji salak. Akhirnya aku tidak kuat lagi dan pantatku kunaikkan, kakiku mengejang. Bu Inggit terkejut dan cepat ia membenamkan penisku dalam- dalam dan diputir-putirnya pantatnya sampai kandas dan seketika letupan orgasmeku membanjir deras di dalam vagina Bu Inggit dan Bu Inggit sendiri menggarukkan klitorisnya di batangku dengan cepat dan pantatnya yang sintal berputar- putar, sebentar kemudian ia pun menahan jeritannya, “Ahh..” kemudian diangkatnya naik- turun, aku melihat bibir vaginanya keluar-masuk merekah belah oleh batang penisku yang basah mengkilap. Bulu kemaluannya basah kuyup dan bersatu. “Uukhh.. Ahh..” Bu Inggit kemudian bangkit dan “Plop,” bunyi waktu penisku masih setengah tegang lepas dari genggaman erat vaginanya. Spermaku meleleh sepanjang pahanya yang putih. Bu Etty masih di bawah situ mengecup buah zakarku dan tertetes- tetes di pipinya beberapa gumpalan spermaku. Kami terengah-engah semua dan aku merasa nikmat yang luar biassa. Sepanjang beberapa jam itu aku gantian ditunggangi oleh Bu Endah kemudian terakhir Bu Etty, karena dia nyonya rumah jadi terakhir. Aku sendiri di servis
demikian merasa sesuatu pengalaman yang lain dari yang lain. Belum pernah aku dimanjakan oleh 3 wanita sekaligus begitu. Malam itu aku ketiduran di antara ketiganya dalam keadaan telanjang bulat. TAMAT


oleh wendy qiruna

Tante Ida bagian 05

Sambungan dari bagian 04 “Tok tok tok..” ada yang mengetuk pintu samping. Kemudian aku ke situ, Tante Ida pikirku. Waktu itu aku tidak jadi senang mikir sebenarnya karena aku sendirian bisa main lagi sama Tante Ida di rumahku. Kubuka pintu, ternyata Mbak Icih membawa nampan dan katanya, “Mas To, ini dari Tante Ida, beliau ada tamu luar kota mesti ditemenin ke stasiun jemput saudara, katanya gitu dan ini disuruh makan dan Mbak disuruh nemenin Mas To sampai selesai makan. Bu Etty dan anak-anak juga ikut semua.” Aku bengong dan kupandang Mbak Icih biasa- biasa saja. Aku ambil nampan dan kukatakan,
“Tidak usah ditemenin deh Mbak, aku bisa.” “Ah jangan Mas To entar saya dimarahin, lagian di rumah tidak ada orang, saya rada takut sendirian.” “Lho sudah dikunci belum rumahnya,” tanyaku. “Sudah Mas.” “Iya sudah masuk deh Mbak!” Aku makan dan Mbak Icih duduk di dingklik nonton TV, biasa sinetron “blo’ on” Indonesia. Tiba- tiba Mbak Icih cekikan pelan, aku lihat di TV pas ada iklan, Srimulat rupanya. Aku masih mikir soal ketangkap tadi. Akhirnya aku ngomong to the point.
“Mbak Icih jangan cerita siapa- siapa ya soal tadi di kamar Bu Etty.” “Oh itu tidak apa-apa kok Mas To, di rumah situ mah bebas saja.
Hanya saya ya kaget saja karena tadi saya kira tidak ada orang.” “Maksud Mbak gimana, bingung aku.” “Oh gini loh Mas To. Kalau laki perempuan kan lumrah suka gituan.” Aku jadi tambah bengong saja, ini
orang ngomong apa sih.
“Mbak Icih kan sudah pernah kawin..” lanjutnya sambil senyum- senyum.
Dan di dingklik itu ia duduk sambil cerita sedikit sembarangan, sehingga sarungnya tersingkap di tengah. Aku menangkap pemandangan itu kelihatan betisnya, eh.. ini orang mulus juga. Biasanya orang dari desa suka kurang terawat, aku sekarang jadi melihat secara sadar, wah ini orang boleh juga. Aku tidak jelas umurnya berapa, tapi orangnya rapi dan feminin. Buah dadanya kulihat naik-turun di balik kaos lusuh pemberian majikannya, barangkali kira-kira separuh Bu Etty dan Tante Ida deh. Si “Ujang” di balik celanaku terasa mulai bergerak-gerak lagi.
Waktu itu sudah jam 07.00-an rasanya. Selesai makan aku sikat gigi di kamar mandi dan kudengar Mbak Icih beres-beres dan cuci piring. Keluar dari situ, kulihat Mbak Icih masih nyuci dan kupandang dari belakang. Mak.. pantatnya molek di balik ketatnya sarungnya itu tampak jelas. Aku berdiri di sampingnya dan kami saling memandang dan seperti ada kontak hati saja. Suasananya terasa seperti ada listriknya antara kami, dan aku ulurkan tanganku meraba pantatnya dan naik ke pinggangnya. Kupeluk dari belakang dan kumasukkan tanganku ke depan di bawah kaosnya, terasa BH-nya yang kasar menutup buah dadanya. Aku remas-remas dari luar BH- nya, dan terasa pantat Mbak Icih
mundur merapat ke penisku bergeser-geser. Kucium kuduknya dan ia menggelinjang. “Entar dulu Mas To, piringnya pecah entar,” ujarnya perlahan. “Taruh saja dulu,” jawabku. Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku, kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya, tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian. Kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celanaku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, “Mbak taruh di atas pinggir bak itu..” Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah mengacung ke atas.
“Ini cara apa Mas To,” keluhnya, “Masukin dong Mas masukin!” Aku hanya maju-mundur mengarukkan penisku di sekitar pantatnya dan lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas- remas terus buah dadanya. Mbak
Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir vaginanya dari depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. “Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..!” keluhnya. Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang dengan keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku
dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian, kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celana dalamku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, “Mbak taruh di atas pinggir bak itu.” Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah ngacung ke atas. “Ini cara apa Mas To,” keluhnya, “Masukin dong Mas, masukin!” Aku hanya maju-mundur menggarukkan penisku di sekitar pantatnya dan nyundul-nyundul lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin- milin bibir vaginanya di depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. “Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..” Keluhnya mendesah-desah basah suaranya, menambah seru dan panas. Aku lepas t-shirt-ku dan kaos Mbak Icih, BH hitamnya yang sudah tersingkap kurengut dan telanjang bulatlah kami. Aku terus sengaja hanya menciumi dan menggigiti telinganya, dan tiap kali merinding bulu tengkuknya, kelihatan pori-pori lengannya meremang dan ia menggelinjang geli. Penisku tergosok-gosok celah di antara bukit pantatnya tiap ia menggelinjang. Kupeluk terus dari belakang dan pahanya masih tetap di atas bak yang sebelah. Penis kugaruk-garukkan ke tepian lubangnya dan banjir cairan kental dari lubangnya tambah banyak, berkilap-kilap mengalir di sepanjang paha yang satu. Ia mencoba lagi menggapai penisku tapi aku mundur dan tetap kupelintir klitorisnya dan kugosok-gosok lembar dalam bibir vaginanya dengan ujung kuku. Mbak Icih tambah panik dan keluhannya seperti orang yang sudah mau menangis kepingin sekali. “Ahh Mas To, ayo dong masukinn Mass.. Mbak tidak kuat lagii..” kepalanya digoyang- goyangnya ke kanan ke kiri (katanya, orang ekstasi juga gitu ya). P.S: Aku memang lagi iseng ingin eksperimen setelah dicakar, dicekik kepala penisku sama Bu Etty pertama kali, pas aku mau muncrat itu.. memang loh bener lebih enak, gayanya kalau tidak langsung digebrusin muncrat, dan
kalau high dengan narkoba gitu ya. Amit-amit, aku tidak pernah mencoba sekali juga (habis menurutku goblok tuh yang main narkoba dan obat batuk hitam, apa urusannya, ya aku yang ngetik). “Iya..” Mbak Icih membisikkanku dekat sekali telinganya dan mengembus ke lubang, kugigit juga sedikit anak telinganya. Kumasukkan sedikit dari bawah penisku ke mulut lubang vaginanya dan kupegang batang panisku dan kuputar-putar di gerbang itu tanpa aku dorong masuk. Mbak Icih berusaha memasukkan lebih dalam tapi kutarik kalau dia agak turun. “Mass.. jangan disiksa dong.. tusukkin tusukkinn..” jeritnya agak keras. Aku kaget juga, gila ini Mbak. Nafsunya sudah tidak terkendali lagi. Ya sudah aku masukkan setengah dan kugoyang pinggulku dan ia juga segera naik-turun. Tangan kiriku meremas-remas buah dadanya dan sambil memulir-mulir puting susunya yang sudah keras seperti kerikil. Erangan Mbak Icih menambah erotisnya, dan busyet.. empotan vaginanya bukan main, beda sekali dengan Bu Etty atau Tante Ida, agak kering tapi tetap enak sekali. Kepala penisku terasa digenggam beludru dengan mapan sekali. Berkunang-kunang rasanya mataku, kugigit lagi sedikit pundaknya sambil kuciumi terus kuduknya. Tangan Mbak Icih menjulur ke belakang dan meremas-remas bukit pantatku, sementara tanganku satu lagi juga tidak menganggur memoles- moles, kupetik-petik biji klitorisnya yang tambah nongol keluar. Gila ada sebesar kacang Garuda yang belum dikupas. Terasa keluar dari lubang sisi atas vaginanya, keras-keras empuk. Mbak Icih tambah menggerung-gerung, “Ahh.. ahh.. Mas Mass..” dan tiba-tiba ia turunkan kakinya dari bak dan menarik pantatku dan masuklah amblas sedalam-dalamnya penisku. Pantatnya menempel rapat sekali. Terasa lincir karena keringat kami yang sambil berdiri mengalir. {Bau badan Mbak Icih itu seperti bunga melati, sama dengan orang Cendana suka melati dia ini). Bersih, biar dia orang dari kampung tapi sepertinya mengerti kebersihan badan. Bersambung ke bagian 06


oleh wendy qiruna

Tante Ida bagian 04

Sambungan dari bagian 03 Rupanya hari itu Tante Ida sekalian mau belanja, jadi ia pergi
sama anak-anaknya, makanya Bu
Etty yang di rumah. Sambil istirahat kami membuat minuman hangat dari termos di kamarnya dan duduk di ranjang di kamar Bu Etty. Kami tetap telanjang bulat.
“Bu, jadi tahu ya tadi malam aku main sama Tante Ida.” “Iya dong nak, kan Ibu sudah pengalaman dan lumrah kok seperti Ibu bilang tadi kami memang wanita yang nafsunya kuat sekali.” “Lalu, kata ibu tadi seminggu sedikitnya 4 kali, sama siapa biasanya Bu?” tanyaku sambil membaringkan badan memegang memilin-milin puting susunya.
“Oh.. Ibu sama teman-teman bertiga, ada semacam klub kecil,” katanya sambil tertawa renyah sambil ekspresi mukanya menahan geli dari pilinan jariku.
“Biasa kami nyari anak SMA, mahasiswa atau anak-anak muda dan kami bawa ke villa teman Ibu atau ke hotel juga.” “Ibu makanya awet muda ya, itu kami selalu nyari perjaka-perjaka
untuk diperawanin,” cekikiknya manja.
Tangannya juga iseng meraba- raba pantatku dan dari bawah pahaku ke belakang dijamahnya lagi buah zakarku. “Ibu paling demen sama anak seumur kamu deh, nafsunya besar dan cepet sekali pulihnya, bentar-bentar sudah ngaceng lagi..” ujarnya. Sambil terus meremas-remas buah zakarku dan batang penisku yang sudah mulai berdiri lagi. Didorongnya badanku sehingga aku rebah dan Bu Etty naik ke atas mengangkangkan pahanya dan ia berjongkok di atas penisku yang separuh tegang. “Diam ya nak To..” Pelan- pelan dipegangnya daging sosisku
dan disaputkannya kepala penisku di tepi-tepi bibir vaginanya yang ada rambutnya. Aduh, nikmat sekali dan pelan diarahkannya ke lubang nikmat itu dan “Bless..” mulai masuk lagi, nikmat luar biasa walau penisku terasa agak perih digeber dua hari ini. Belum tegang penuh tapi vagina Bu Etty seperti bisa menarik masuk dan tekanan pinggulnya sedemikian rupa. “Aku suka sekali di atas,” kata Bu Etty, “Karena bisa ngontrol gerakan dan garukan batang penis ke klitorisku,” katanya. “Sekarang diam, nak Toto rasakan merem deh.. merem..” Aku merem dan senut-senut terasa sekali dinding lubangnya berdenyut-denyut kencang. Bu Etty tidak ngapa-ngapain, hanya merem juga waktu kuintip. Aku merem lagi dan kuulurkan tanganku ke buah dadanya yang montok sekali itu. Duh.. seperti memegang melon. “Remes To.. remes!” keluhnya manja sekali dan penuh nafsu. Suaranya berdesah-desah, “Ahh.. ahh.. enakk.. putingnya To.. putingnya ibu atuh.. uhh..” Pinggulnya mulai berputar pelan-pelan sekali gaya penari jaipong dan kadang sambil jongkok ia menaik-turunkan pinggulnya. Hebatnya sedotan dari dalam vaginanya itu lho. Aku rasa kalau vacuum cleaner-nya rusak bisa tuh dipakai menyedot debu. Buat aku ya enaknya buah dadanya tersaji di depan mataku dan tinggal ulurkan tangan saja. Aku meremas-remas buah melon yang kenyal itu.
“Bu, aku diajak ke tempat teman-teman Ibu dong..” ujarku tiba-tiba.
“Ha ha.. ha.. entar kamu apa kuat ngelayani kami-kami To?” “Coba deh Bu..” bisikku sambil terus meremas buah dadanya.
“Gini deh, lain kali aku ajak kamu tapi aku tidak bilangin mereka kamu sudah pernah main ya.. biar
lebih seru.. Kemarin sama nak Ida gimana enak?” “Enak juga Bu, tapi kayaknya Ibu Etty lebih jago ya..” pujiku sambil mataku terbelalak-belalak karena genjotan pinggul Bu Etty tambah seru saja. Keringatnya menetes-netes ke dadaku dan bau harum badannya
tambah kuat karena hawa panas badannya. Harum sekali si ibu ini, pikirku sambil menikmati hentakan pinggulnya yang tambah cepat. Dan tiba-tiba Bu Etty kandas dan vaginanya merapat lagi dengan buah zakarku. Sekarang ia berputar- putar tanpa naik-turun. Terasa ujung penisku di dalam itu seperti diperas dengan kuat sekali dan.. “Srot.. srot..” aku meledak ledak tak terkendali lagi.
Letih betul rasanya dan kami tertidur setelah itu. Sorenya menjelang magrib aku terbangun dan Bu Etty masih telanjang bulat. Aku pelan-pelan bangun mau beranjak pulang mencari celanaku, tiba-tiba aku melihat ada orang di pintu mengintip dan ia tidak melihat aku di dekat kamar mandi. Rupanya Adelin keponakan Tante Ida yang kuliah di kota ini berkunjung. Aku kaget dan tidak tahu mesti apa. Wah kalau ketahuan tidak enak. Adelin cantik sekali anaknya dan seperti tantenya Ida dan Bu Etty, tubuhnya juga seksi sekali. Ah, untung dia melihat Bu Etty tidur dan dia pergi lagi. Sekarang bagaimana aku keluar nih. Pintu paviliun Bu Etty tidak pernah dibuka dan ada lemari di depannya. Ya sudah aku pakai baju kaos dan celanaku dulu deh. Pelan-pelan aku buka pintu kamar dan kuintip, wah si Adeline lagi sama Mbak Icih di dapur, aku mengendap-endap ke kamar tamu dan pura-pura duduk baca majalah. “Lho ada kamu To,” ujar Adeline waktu masuk lagi dari dapur.
“Kamu ngapain? Aku nggak lihat kamu masuknya.” “Aku mau baca majalah nih..” sahutku sekenanya.
“Ok, aku mau pergi dulu ya,” katanya sambil keluar.
“Tante Ida belum pulang ya?” Adelin berputar dan ala mak pinggulnya seksi banget deh dan aku karena sudah ngeres melulu 2 hari ini langsung merasa desiran di penisku. Adeline pergi dan aku sendirian di ruang tamu menjelang petang dan aku jadi naik ke otak lagi. Aku bangkit dan ngintip ke kamar Bu Etty. Wah masih tidur nyenyak habis di servis enak sih. Tiba-tiba ia bergulir miring membelakangi pintu dan aku, selimutnya tersingkap, wah pantatnya terlihat dan dari belakang bulu-bulu serta kemaluannya jadi kelihatan sudah
deh si “Ujang” langsung bangun dan aku jadi bingung. Mestinya Tante Ida sebentar lagi pulang dan kalau aku main lagi takut ketahuan deh. Bu Etty bergeser lagi dan telungkup, kakinya terbuka dan aku bisa lihat jelas vaginanya. Lututku lemas dan nafasku menderu. Aku tidak kuat lagi, biarin ketahuan-ketahuan deh. Aku masuk dan kukunci pintu perlahan. Kubuka celana pendekku dan aku dekati pelan- pelan dari belakang. Kuendus- endus dulu sekitar vaginanya, wah ternyata masih basah, dan karena Bu Etty mengangkang sambil terlungkup aku bisa lihat jelas dalam cahaya senja yang masuk pas di garis pantatnya yang sintal dan besar itu. Aku berlutut dan pelan-pelan kudekatkan penisku. Pelan kuletakkan di mulut bibir vaginanya dan aku diam. Hmm, tidak bereaksi, kudorong pelan sekali mendesak bibir tebal itu. Masuk sedikit lagi, duh enaknya karena terasa hangat. Aku diam lagi menikmati dan kugerakkan sedikit halus sekali. Tiba-tiba Bu Etty bergerak lagi menggeser pantatnya dan “Bles..” malah masuk lagi, sekarang kepala penisku.. eh masih tidak bangun juga. Dengan halus sekali aku dorong lagi sedikit sekali, terasa berdenyut-denyut dinding vaginanya dan seperti “nggremet-grement”. Duhh.. enak banget. Aku maju lagi. Tanganku bertelekan di ranjang tanpa kena tubuh Bu Etty, sudah rada pegel sih, tapi nafsuku sudah menderu-deru dan aku sudah tidak peduli apa- apa lagi habis enak sekali. Maju lagi sudah 3/4 batang masuk dan terasa ada aliran cairan ikut dari dalam. Tiba-tiba pintu terbuka dan Mbak Icih masuk dengan setumpuk pakaian baru disetrika. Dia tidak tahu rupanya karena kamarnya gelap bahwa ada orang di dalam. Aku panik dan sudah tidak bisa narik diri lagi. Mbak Icih menyalakan lampu dan dia terpana melihat kami. Dia lihat Bu Etty tidur, ya aku hanya bisa pucat dan diam karena kalau dicabut pasti bangun Bu Etty. Akhirnya aku hanya bisa meletakkan jariku di bibir bilang supaya Mbak Icih diam. Penisku langsung lemas dan Mbak Icih langsung keluar, untung dia tidak
menjerit. Aku jadi hilang nafsu dan kutarik pelan-pelan batang yang sudah lembek itu dan aku cepetan pakai celana lagi. Keluar dari kamar kulihat Mbak Icih terdiam di dekat dapur. Aku mau mendekat ke sana, tiba-tiba pintu depan terbuka dan Tante Ida pulang. Dalam hati aku bersyukur juga, kan tidak enak kalau pas lagi “ngegenjot” tadi. Rupanya waktu kukunci tidak benar masuknya karena pintunya belum tutup betul. Dasar kalau sudah nafsu begitu sudah tidak jalan otak dan rasa. Aku panik dan Tante Ida melihat aku, hampir saja tidak terdengar.
“To cari majalah lagi?” tanyanya. “Apa, apa.. Tante? Oh ya..” “Kamu kenapa To, mana Ibu?” katanya sambil masuk ke dalam dan pantatnya disenggolkannya ke pantatku.
“Oh itu Ibu Etty tidur sore..” ujarku.
Aku masih bingung bagaimana dengan Mbak Icih. Tante Ida langsung ke dapur dan kudengar ia meminta Mbak Icih memanaskan makanan-makanan yang dibawanya. Hmm aman sedikit, kupikir dia sibuk.
“To, mau makan di sini?” tanya Tante Ida.
“Tidak deh.. aku disuruh jaga rumah kok Tante (he he..he jaga rumah malah setengah hari di rumah tetangga). Ayah dan ibu semua pada pergi ke Bogor pulangnya besok pagi-pagi.” “Wah kamu sendiri ya,” kata Tante Ida sambil mengedipkan mata.
“I.. iya.. ya.. (wah tadi aku kunci rumah tidak ya)” jawabku sekenanya.
“Ya sudah, kamu mau pulang?” “Iya iya..” Aku masih bingung, sudah tidak tahu mesti apa tentang Mbak Icih.
“Nanti Tante ke sana deh lihat kamu,” katanya lagi sambil tersenyum berarti.
Aku lantaran bingung hanya bilang iya tanpa ekspresi.
“Kamu baik-baik saja To?” tanyanya lagi.
“Iya Tante.. pulang dulu ya.. itu majalah saya sudah rapikan lagi.” Dan aku pulang sambil berdebar- debar apa yang akan terjadi nanti. Pulang aku mandi, berusaha menenangkan diri. Dalam hati aku menyesel kenapa mengikuti nafsu
saja, jadi kacau semua akhirnya, pikirku. Tapi ya sudah kupikir semua sudah terjadi, bagaimana nanti deh. Aku belum makan tapi sudah tidak kepinginan. Selesai mandi aku bereskan buku untuk besok, berusaha mengalihkan pikiran. Bersambung ke bagian 05


oleh wendy qiruna

Tante Ida bagian 03

Sambungan dari bagian 02 Kuulurkan tangan yang gemetar dingin dan dipegang oleh Bu Etty.
“Ya sudah,” katanya. “Ini ayo remas-remas lagi, kan kamu pengen,” sambil menaruh kedua telapak tanganku di atas buah dadanya.
Aku tambah takut dan bingung, tidak percaya, dan kutarik tanganku kembali begitu menyentuh buah dadanya seperti kena panci panas. Bu Etty malah jadi tertawa kecil. “Nak To, jangan cemas tidak ngegigit kok buah dadaku,” derainya sambil tersenyum sekarang. “Aku kemarin malem lihat kok kamu jam berapa pulang dari sini, dan ya aku ngerti kok si Ida itu sama saja memang nafsunya besar sekali. Seperti aku juga,” ujarnya. “Ibu juga seminggu mesti sedikitnya 4 kali main,” katanya tanpa malu- malu. Aku hanya bisa mengangguk-angguk tidak tahu mesti menjawab apa. Tahu dong kalian kalau habis begitu kan perut masih mual enek, terkaget-kaget, duh untung aku tidak ngompol di depan dia deh. Mana dia ngomongnya blak- blakan begitu seperti bukan orang Indonesia saja. Aku merasa pening sakit kepala. “Duh nak Toto kaget ya,” sambil berdiri ia menarik aku dan dipeluknya kepalaku ke buah dadanya. Baru aku agak tenang, dan tiba-tiba terasa tangan Bu Etty turun ke pinggangku dan “Sret..” sekali tarik celana kaosku sudah ditariknya separuh turun. “Hi.. hi.. hi.. lihat nak, mengkerut kecil tuh si buyung. Kasian deh kamu, sini Ibu hiburin dia,” sambil ditariknya kepala penisku yang tidur, ia membungkuk dan seketika handuknya terlepas total jatuh di kakinya dan bebaslah tubuhnya yang jangkung itu dari segala hambatan. Beda dengan Tante Ida, Bu Etty kulitnya kuning, turunan Sunda sih. Tante Ida mungkin dapat kulitnya hitam begitu dari bapaknya yang turunan Ambon barangkali. Ia berjongkok di depanku, ditaruhnya penisku di tapak tangannya dan disaputkan ciumannya di penisku sepanjang batangnya, disaputkan dengan halus batangnya, disaputkan dengan halus, ketika si “Joni” dikasih angin begitu langsung mulai memanjang deh. Tangannya meremas-remas lembut sekali di buah zakarku dan aku juga masih shock karena belum pernah tahu ada soal cium mencium alat vital. Dengan jelas kemarin sama Tante Ida cuma dia kenyot sebentar saja, duh bodoh
benar deh kalau ingat itu.
Didorongnya aku ke tempat tidurnya dan mulutnya sekarang mulai merekah dan lidahnya terasa kasap keluar menjilat-jilat batang penisku. Tak terkira nikmatnya dan aku cuma bisa mengeluh lenguh, “Aahh.. ahh..” Kubaringkan badan di tempat tidur Bu Etty dan si ibu pelan- pelan sambil terus menghisap kepala penisku. Bu Etty kemudian berputar dan akhirnya vaginanya di atas mulutku. Terbelalak aku melihat rimba lebat dan mulai merekah lubangnya yang merah seperti kerang mentah itu. Aku cuma mencium bau nafsu yang keluar dari situ dan kelihatan mulai basah lubangnya. Tiba-tiba Bu Etty menurunkan pinggangnya dan seketika vaginanya hanya tinggal 1 cm dari mulutku. Aku angkat kepalaku dan mencium sedikit bibir vaginanya. “Ahh..” lenguh Bu Etty. “Terus terus To..” wah langsung kusergap dan kukenyot kencang-kencang dan lidahku beputar-putar menjilat- jilat lubang dan tepian bibir vaginanya. Tidak mengerti sih mesti diapain. Dan Bu Etty melepas penisku dan ia duduk di atas bibirku sambil menggosokkan berputar di atas mulutku, wah aku hampir tidak bisa bernafas. Paha atasnya terasa mengepit kepalaku dan terasa cairan dari lubangnya tambah banyak. “Ayo To, lidahnya jilatkan ke atas ke bawah sepanjang bibir vagina Ibu,” jelasnya. Wah tambah deh ilmuku. Kelak ilmuku ini ternyata digemari sekali oleh wanita- wanita yang pernah kutiduri, ya ini dapatnya waktu sama Bu Etty ini. Eh, ngomong-ngomong hati- hati ya kalau oral karena salah satu sumber penyebaran AIDS juga dari cara ini (hayo mau kamu kondomin gimana tuh). Tiba-tiba kurasa tekanan pinggangnya tambah kencang kandas memepetkan vaginanya ke bibirku dan ia menjerit-jerit kecil, “Ahh.. ahh.. enakk.. hebat kamu To.. Ibu enakk sekalii..” rupanya ia orgasme dengan hebat sekali. “Hah.. hah.. hahh.. uhh..” ia terengah-engah dan bibir vaginanya menempel dan ia terbadai terduduk. Vaginanya masih menempel di mulutku dengan rapatnya. Kutelan cairan-cairan yang mengalir menetes dari dalam liangya. Dan kudorong sedikit pantatnya itu sambil lidahku menjilat di sekitar sisi luar bibir vaginanya terus ke arah pantatnya, aku jilat-jilat pelan. Terasa kasarnya lidahku membuat ia bergelinjang geli. “Ahh.. ahh.. Toto kamu kok.. pin.. ter.. sekalii..” Dan penisku sudah tegang keras bukan main yang tadi tersia-sia, disergapnya lagi dan dimasukkannya lagi ke dalam mulutnya dan disedotnya dengan kuat. Lidahnya melilit-lilit di sekitar kepala penis mengikuti lekak lekuk dan nikmatnya tak terbayangkan, sulit kuceritakan di sini. Aku mengejangkan kakiku dan pantatku sampai terangkat- angkat dari kasur sehingga penisku tambah panjang terisap- isap Bu Etty. Bu Etty mengambil bantal dan disedakkannya di bawah pantatku sehingga terasa sekali penisku seperti terdorong ke atas tambah panjang. Bu Etty terus mengenyot dan kepalanya ikut maju-mundur sambil kedua tangannya meraba- raba zakarku. Sekali-kali dirabanya sekitar antara pantatku dan zakar. Kukunya yang panjang menggaruk-garuk halus dan gelinya bukan main, menambah nafsuku. Sampai merinding semua kulitku. Aku terengah-engah sudah tak sadar
bagaimana tingkah kelakuanku. Bu Etty masih tetap nungging di atas kepalaku dan pemandangan vaginanya menambah nikmat. Kutarik lagi pantatnya dan kulumat-lumat dengan mulutku lagi. “Auhh aihh..” terdengar suara Bu Etty terhalang penisku dan seketika kulitnya meremang merinding karena geli dan nafsu. Aku tiba-tiba merasa spermaku mulai bergelombang mau keluar, kulepas ciuman di vagina Bu Etty dan aku berderau parau, “Ahh.. Buu.. terus.. terus..” Tapi tiba- tiba Bu Etty melepaskan mulutnya dan dicekiknya batang penisku sampai sakit sekali dengan kukunya, “Aauu.. aduhh aduhh..” jeritku kesakitan. Aku terkejut sekali dan kecewa karena gelombang nikmatnya jadi
hilang lenyap, terasa aku frustasi dan mau meledak marah rasanya. Bu Etty sambil bangkit duduk di sisiku sambil tertawa dan katanya, “Sudah ya nak Toto.. pakai bajunya gih..” Mulutku selebar Goa Gajah ternganga bingung. Sadis amat ini orang, kok begini Bu Etty, pikirku. Maksudnya apa? Mataku merah dan rasanya berkunang-kunang, pusing rasanya kepalaku dan aku tidak tahu mesti ngapain. Nafsuku masih menggebu-gebu, nafasku terasa menderu. Akhirnya aku gelap mata dan kutubruk Bu Etty sampai terjatuh di atas ranjang dan kubuka pahanya dengan paksa. Terasa ia mencoba menutup pahanya melawan dan kucegah dengan kedua pahaku. Tangannya kutekan ke kiri dan kanan di atas keranjang dan ia meronta- ronta. Kutabrakkan penisku ke lubangnya, waduh susahnya, karena ia menggelinjang- gelinjang. Mulutku mengecup dan mengisap putingnya. Aduh gimana nih aku sudah nafsu sekali tapi penisku tidak masuk-masuk. Tiba-tiba kucoba gigit sedikit putingnya dan “Kres..” kucengkeramkan gigiku. “Auu..” jeritnya dan pinggangnya terdiam, langsung aku manfaatkan dan kepala penisku kudesakkan masuk ke lubangnya yang basah. Dan aku genjot kandas batang penisku sedalam- dalamnya biar Bu Etty tidak berontak-berontak lagi, takut lepas. Ia masih mencoba meronta-ronta dan nikmatnya hentakan ronta- rontaan itu ke vaginanya di batangku. Kupaku dengan penisku dan aku tindih dengan badan juga, buah dadanya yang sintal lepas tertekan dadaku dan tanganku masih mencengkeram kedua tangan Bu Etty. Setelah dia agak diam, aku goyang hanya
berputar-putar tanpa mencabut batangku lagi kencang-kencang, habis takut dia berontak lagi. Terasa buah zakarku gondal gandul bergesek-gesek menghantam menekan sisi bibir vaginanya yang tebal dan bulunya menggesek-gesek buah zakarku, geli sekali dan meledak- ledak spermaku dalam 2 menit di situ. Aku lupa diri, luar biasa nikmatnya karena tadi tidak jadi keluar waktu di “karaoke” sama Bu Etty dan badan kami kejang- kejang. Tiba-tiba Bu Etty membalik dan ia sudah di atas dan ia menggoyang-goyang pinggulnya dengan putaran kuat. Mataku terbeliak-beliak nikmat. Buah dadanya bergoyang- goyang liar dan kutangkap dengan kedua tanganku dan kuperah. Bu Etty juga mendesah-
desah keras, akhirnya orgasme lagi, akhirnya terhempas ia ke atas tubuhku yang penuh keringat. “Nak Toto enak ya,” katanya sambil tersenyum.
“Tadi kusengaja itu karena dengan gitu nikmatnya lebih tinggi lagi.” “Duh Ibu pintar sekali sih, belajar dimana sih?
“Lho kan Ibu turunan orang Sunda juga nak Toto, kalau itu memang bakat alam soal ginian, makanya pada pinter kalau jaipong.” “Oh itu tadi gerak jaipong ya Bu..” “Iya dong..” katanya sambil mencubit pelan di buah zakarku yang sudah mengkerut keriput. Penisku masih setengah berdiri dan kepalanya merah tua basah (with an apology to our Sundanese reader or is it a compliment? No offence meant ladies buddy, that was my best experience ever.. viva Sundanese). Kami lalu mandi bebersih bersama-sama saling menyabuni. Kemudian ya jadinya main juga sekali di kamar mandi sambil berdiri. Aku bereksperimen diajarkan sama si ibu, memasukkan penisku dari belakang. Bu Etty membungkuk dan goyang jaipongnya hanya di kepala penisku tanpa memasukkan seluruh batang. Beda kemarin sama Tante Ida, kami pakai gaya klasik maju- mundur penisku biar sambil Tante
Ida nungging juga. Kemudian aku diajarkan menjilati klitorisnya tanpa menyentuh bibir vaginanya, kakinya yang satu ditumpangkannya di tepi bak mandi sehingga terkuak bebas vaginanya di depan mukaku. Kulilitkan ujung lidahku di kepala klitorisnya dan ia menggelinjang, buah dadanya terpontal pantil menahan geli. Tanganku segera meraba ke atas dan berusaha kuperas- peras kedua buah dada itu. Tapi karena aku di bawah hanya dapat sedikit. Akhirnya Bu Etty agak membungkuk dan buah dadanya bergantung bebas. Gemas sekali aku dan kami bermain-main di dalam kamar mandi sampai hampir 1 jam. Bersambung ke bagian 04


oleh wendy qiruna

Tante Ida Bagian 02

Sambungan dari bagian 01
Tiba-tiba dia duduk di pangkuanku dan, “Bless..” masuk kepala jamurku, aku terkejut karena tidak menyangka akan begitu, aku pikir cuma mau dimasturbasi saja. Benar tidak siap mental aku kehilangan perjakaku dengan keadaan seperti ini, aku selalu membayangkan sebelumnya lain. Aku bayangkan dengan teman sebaya. Dan luar biasa namanya otot vagina itu bisa ya seperti nyedot begitu dan seperti dijepit dengan apa ya.. susah jelaskan. Kami beraksi tanpa bicara banyak, dan sambil takut si ibunya datang atau anak-anak itu kan bisa tiba-tiba lari ke ibunya. Dan Tante Ida turun pelan-pelan, aku merasa agak sakit waktu turun itu, kulit kepalaku ikut tertarik terus (aku tidak dikhitan). Dan akhirnya Tante Ida sudah duduk rapat di atas pangkuanku. Dan ia mulai berputar-putar hanya pinggangnya saja, dan nanar mataku menikmati itu. Jadi penisku di dalam terus, Tante Ida tidak maju-mundur, ia cuma berputar searah jarum jam atau ke depan belakang, aku terus meremas-remas adonan daging dadanya. Dasar aku masih belum bisa, baru kira kira 4 – 5 menit aku sudah merasa gelombang orgasmeku mulai meluap dan aku tidak bisa ngomong cuma remasan di buah dada Tante Ida. Tanpa sadar aku jadi meremas kencang sekali. Tante Ida tahu dan dipercepatnya dan perahan ototnya tambah kencang, ia juga rupanya (aku tahu belakangan) mau mencapai orgasmenya. Ia duduk di penisku masuk dalam sekali dan terasa bibir vaginanya di buah zakarku, ia memutar hebat dan aku orgasme terhebat dalam sejarah hidupku sampai waktu itu. Supaya tidak menjerit aku tekan mulutku di punggung Tante Ida. Dia juga rupanya sampai dan terengah- engah. Tiba-tiba si Ita anaknya yang besar melihat ke kami dan katanya, “Mama kenapa?” Kami seketika membeku diam dan untung si Ika nonton terus karena pas film kartunnya lagi asyik. Pelan-pelan Tante Ida mencabut sambil mengencangkan cengkraman ototnya, rupanya supaya spermaku jangan tumpah kemana-mana. Dan dia bangun sambil membawa selimutnya terus ke kamar mandi. Aku cepat bersila dan kututup dengan majalah. Wah baru aku nutupi dan Tante Ida masuk kamar mandi, Bu Etty si oma masuk kamar dan bilang,
“Eh, anak-anak ayo tidur sudah hampir jam 10.00 malam nih. Eh ada nak Toto juga, mana Ida?” “Oh.. itu..” gelagapku, “Lagi ke kamar mandi.” Untung si oma tidak curiga dia kira aku ikut nonton barangkali ya.
“Ayo Oma mau bobo!” Pas film kartunnya habis dan mereka bilang,
“Selamat malam Kak..” Begitu mereka pergi aku ikutan masuk kamar mandi, dan si tante masih jongkok sedang mencuci vaginanya. Aku dekap dari belakang dan si tante berdiri dan
kegelian karena penisku mentul- mentul menyentuh bukit pantatnya. Aku belum lihat benar bagaimana badan si tante dan aku agak mundur. Seketika penisku tegang lagi karena yang kulihat sekarang nyata bukan dari tempat mengintip. Dan tangan si tante memegang lagi batang penisku sambil menyiramnya untuk mencuci yang tadi. Aku gemetar karena pengalaman seperti ini luar biasa untuk anak seumurku. Buah dada Tante Ida menantang dan tegar, kelihatan pori-porinya
meremang karena udara agak dingin di kamar mandi. Dan itu bukit vaginanya gundul sekali dan agak merekah merah terbuka bekas tadi. Aku tak tahu mesti apa selain meraba buah dadanya lagi kali ini dari depan. Tante Ida menarik aku dan mencium bibirku, aku menurut saja dan badan kami merapat. Tangannya terus mengurut-urut batang penisku. Dan aku meraba pantatnya yang sintal kencang. Buah zakarku pun
diremas-remasnya pelan-pelan. Kemudian Tante Ida menaikkan kakinya sebelah ke atas bak dan dimasukkannya lagi penisku. Lincir
sekali dan panas terasa di batangku. Kali ini Tante Ida bergoyang maju-mundur dan pantatku juga ditekannya mengikuti irama. Aku ikut saja menggoyangkan sambil memeluk, mengisap putingnya, mencium bibirnya. Beberapa saat kami bergoyang sama-sama, tapi pahanya Tante Ida pegal rupanya dan dicopotnya penisku, kemudian ia berbalik dan nungging pegangan ke bak mandi. “To dari belakang To,” dan tangannya diulurnya dari tengah selangkangannya, ditariknya penisku dan pelan- pelan digosoknya ke bibir vaginanya. Aduh panas banget deh itu bibir, terus aku desak maju dan “Bless..” kepala jamurku masuk bergesek-gesek lincir dengan dinding lubangnya. Tante Ida juga bereaksi dan pinggulnya berputar seperti penari perut itu. Aduh luar biasa deh, aku nanar dan tidak bisa mikir lagi. Pantatku maju-mundur penisku menggaruk-garuk lubang. Dari posisi ini aku bisa lihat jelas batang penisku basah kuyup dan bibir vagina Tante Ida ketarik keluar-masuk. Tanganku mengulur ke depan meremas buah dadanya yang menggantung besar dan bergoyang menggeletar, nafas Tante Ida mendengus desah. Akhirnya aku meledak-ledak lagi dan Tante Ida terbantar dia rupanya sudah duluan orgasme. Setelah itu kami mandi di pancuran sama-sama dan saling meraba-raba berpelukan dan aku puas sekali memerah susunya. Buah dadanya juga buat aku bagus sekali, aku puas sekali meremas-remas itu. Luar biasa wanita ini. Kemudian kami lanjutkan lagi di ranjang. Dan aku cuma bisa rebah di bawah dan Tante Ida yang naik di atas. Pantatku diganjal dengan bantal dan terasa penisku lebih terulur, si tante meremas penisku yang lemas dan pelan-pelan diciumnya kepala penis dan akhirnya dimasukkan ke mulut dan aku melenguh-lenguh geli dan agak linu karena sudah dua kali main. Tak lama penisku tegang lagi dan tante naik menunggangiku sekali lagi menghadapi aku. Buah dadanya bergayut bebas dan liar, aku meremas-remas sambil menikmati kenyotan vaginanya yang kencang sekali. Tante Ida ini
benar-benar kuda betina binal sekali. Diputarnya pinggulnya dan terasa sekali dinding otot daging vaginanya meremas-remas batang penisku. Pelan-pelan orgasmeku mulai bergelombang akan keluar tiba-tiba, dicabutnya
vaginannya, aku menjerit, “Aduhh Tante terusinn dongg..” Dia tertawa dan diputarnya badannya dan dipegangnya penisku yang sudah panas sekali. Sekarang tante membelakangiku, dibimbingnya penisku masuk, ia turun dan “Bless..” aku bisa melihat bibir vaginanya merekah dibelah penisku. Dan ia mulai lagi bergoyang seperti penari jaipong, luar biasa tak tergambarkan, enak. Tak lama aku meledak, dan si tante mengandaskan penisku semua masuk dan ia masih membuat gerakan memutar dengan pinggulnya dan kakinya lurus, ditekannya habis dan tante pun meledak-ledak melenguh keras, “To.. enak sekali To..” Benar-benar wanita luar biasa. Dia bilang dia suka sekali hubungan kelamin. Tapi suaminya sering tugas ke luar kota dan seperti sekarang ini setahun penuh belajar di **** (edited). Malam itu jam 24.00 lebih baru aku dilepas sama Tante Ida. Aku masih berkali-kali lagi sama dia selama suaminya sekolah itu. Dan ketika aku kemudian sama Ita anaknya, Adeline keponakan Tante Ida juga aku sempat enjoy sama-sama waktu Tante Ida ke luar kota sama suaminya. Aku masih berkali-kali lagi sama dia selama suaminya sekolah itu. Dan ketika aku besar kemudian Ita anaknya juga pernah ngelmu sama aku (gantian setelah aku ngelmu sama seniornya). Adeline keponakan Tante Ida juga aku sempat enjoy. Ada lagi Mbak Icih pembantu di rumahnya yang molek juga. Pengalaman- pengalaman di situ sangat berkesan dan mendidik aku tentang hal sex. Besoknya tengah hari, aku ke rumahnya lagi karena pagi-pagi tadi aku terbangun sudah tegang sekali terbawa ke impian segala pengalaman pertama itu. Aku mengharapkan bisa main lagi karena biasanya anak-anaknya suka dibawa jalan-jalan sama ibunya Tante Ida kalau hari Minggu. Rupanya sudah pada pergi karena sepi sekali, wah asyik aku pikir dan nafasku terasa sudah terengah-engah membayangkan apa yang akan aku alami. Kok sepi sekali, tidak kedengaran suara, ah mungkin si tante tidur, aku pikir. Aku pelan- pelan ke kamarnya, tidak ada. Kemana ya? Di kamar mandi aku lihat juga tidak ada. Aku ke paviliun kamar Bu Etty ibunya Tante Ida mungkin lagi beres- beres di situ, pikirku. Tanpa mengetuk aku masuk dan dari balik pintu aku lihat ada bayangannya sedang membungkuk membelakangi di dekat ranjang, segera aku masuk dan kupeluk dari belakang sambil meremas-remas buah dadanya. “Aiihh..” jeritnya. Astaga! rupanya Bu Etty, bukan Tante Ida sedang setengah telanjang baru mandi. Aku ternganga dan tidak bisa bicara dan Bu Etty lemas karena kaget terduduk di ranjangnya. “Duhh nak Toto kenapa ngagetin Ibu..” dan dia terduduk di ranjangnya, handuk yang sekedar menutup tubuhnya tidak
cukup panjang sehingga bagian atas handuk turun ke perutnya buah dadanya menggandul lepas bebas. Aku tambah menganga melihat itu dan penisku di dalam celana pendekku tidak tahu diri, dia masih tegak saja seperti tiang bendera tujuh belasan. Kami terdiam dan Bu Etty tak berusaha menutup buah dadanya
yang masih sintal. Memang ibu dan anak ini dikaruniai tubuh yang amat seksi. Bu Etty umurnya kurasa sudah berumur tapi badannya amat terpelihara, ya seperti itu loh ibu-ibu yang rajin minum jamu-jamuan. Buah dadanya sama seperti Tante Ida biar agak sedikit turun, dan dia lebih tinggi dari Tante Ida, jadi anggun sekali. “Mau ngapain nyari Tante Ida?” tanyanya tanpa sungkan.
Aku tergagap-gagap.
“Eh.. oh itu mm nyari majalah..” “Lho kok meluk-meluk dan meremes-remes tetek orang,” sergahnya.
Aku tambah pucat dan tidak sadar atau terpikir bahwa Bu Etty kok tidak berusaha menutupi payudaranya itu yang kontal-kantil di depanku.
“Itu anu.. anu.. aku.. sa.. sa.. saya tidak sengaja..” gagapku. “Mana bisa tidak sengaja orang kamu sudah ngeremes-remes, sakit tahu..” bentaknya lagi, “Sini kamu!” sergahnya. “Tanganmu lancang sekali ya, coba sini mana tanganmu! aku mesti laporin sama ayah kamu.” Aku sudah tambah hijau biru pucat pasi dan keringat dinginku deras mengalir di punggungku. Penisku yang tadi sudah tegang jadi mengkerut kecil sekecil- kecilnya lembek di dalam celanaku seperti kura-kura kena gertak kepalanya, masuk deh ke dalam batoknya. Malah ingin ngompol rasanya. Bersambung ke bagian 03


oleh wendy qiruna

Tante Ida bagian 01

Tante Ida, suaminya perwira di satuan **** (edited) dan kami bertetangga. Kamar tidurku pas di sebelah dapur mereka (kami tinggal di komplek, di rumah dinas karena ayah saya itu pegawai sipil AD). Jadi hal yang biasa, bangunan tadinya terpisah di satu kompleks lama-lama dibangun dan tergabung. Dinding pemisah di depan kamarku itu pakai batu karawang dan ditutup dengan lembar seng. Di depan dapur Tante Ida itu mereka buat tempat cuci baju sebenarnya. Tapi si tante suka mandi di situ. Nah, aku sudah lepaskan ujung seng pemisah, jadi bisa mengintip. Buah dadanya besar. Pernah sekali kuintip terus, dia tahu dan cuma bilang, “Ayo kamu ngapain?” katanya. Hari Sabtu aku suka main ke rumahnya, anaknya masih kecil-kecil. Aku suka ke sana karena banyak majalah dan koran dari kantor si oom. Dan si oom lagi tugas belajar 1 tahun untuk naik pangkat ke Bandung. Di situ ada ibunya Tante Ida tinggal di situ juga, dia sudah janda; anaknya Tante Ida 2 orang, waktu itu umurnya 2 ? 3 tahunan. Ia menikah setamat SMA waktu itu. Kira-kira jam 09.00 malam aku masih asyik bongkar majalah- majalah tua dan si tante memanggil dari kamar. “To, tolong dong Tante agak pegel, pijetin ya!” Biasa kami memang suka saling tolong, kadang ibu saya minta dikerokin sama Tante Ida atau Tante Ida minta dibuatkan kue, begitu deh tetangga yang baik. Aku sih tidak curiga walaupun sering aku intip. Lagi pula anak-anaknya masih pada bangun nonton video di kamarnya. Biasa film kartun. Aku rada enggan karena masih asyik baca, sebenarnya. Pintu kamar tidak ditutup, si oma masih di dapur sedang beberes, jadi tidak ada suasana yang mendukung untuk ngeres- ngeres. Aku masuk ke kamar masih sambil menenteng majalah, aku pikir sambil mijati (paling punggungnya, aku pikir) aku mau baca. Soalnya si Oma itu pelit, majalahnya tidak boleh dibawa pulang. Waktu di kamar aku lihat Tante Ida pakai daster batik (itu lho yang murahan di Pasar Senen, 5 ribu ya satunya). “To, ini leher Tante kok kencang dan badan rasanya pegel linu, mau flu kali ya,” katanya. Kemudian dia duduk menghadap TV di kamar di ranjang besar (ukurannya king, kalau tidak salah) dan katanya, “Pakai itu saja To, krim Viva.” Aku ambil dan duduk di belakangnya, karena dia di tengah aku jadinya duduk juga ke tengah ranjang dan Tante ada di antara kakiku, majalah aku buka di samping kanan, aku separuh hati mau pijat karena sedang baca artikel menarik. Bisa dibayangi ya suasananya, masih ribet, ada anak-anak, ada ibunya, suara TV kencang. Pokoknya aku sih tidak ada intensi apa-apa. Tante Ida membuka daster resleting belakangnya, dan aku tuang lotion ke telapak dan mulai
memijat lehernya, sambil baca majalah. Terasa lehernya memang hangat lebih dari normal.
Aku pijat pelan-pelan dan si tante mendesah keenakan (aku memang pintar mijat kayaknya). Sudah agak lama si tante bilang, “Tolong ke punggung bawah dong? dan sletingnya turuni lagi saja biar gampang.” Aku tarik sleting dan dasternya tersibak jauh ke kanan dan kiri. Aku agak surprised karena tidak ada tali BH (mestinya waktu mijat leherku sudah tahu ya karena di atas bahu tidak ada tali, dasar tidak niat jadi tidak konsen). Aku tuang lagi lotion dan kusaputkan di punggungnya, “Uhh dingin,” kata Tante Ida sambil membungkuk ke depan lebih jauh. Aku pijati bahunya dan
dasternya agak merosot dan dari kaca meja hias di sebelah pojok kanan TV aku melihat bukit
susunya mulai tersembul separuh lebih dan pikiranku tiba-tiba agak mendesir, mulai deh ngeres. Majalah sudah tidak aku lihat lagi, penis terasa mulai keras dan
aku sengaja memijatnya agak kugoyang-goyang bahunya dengan harapan dasternya merosot lagi. Eh, karena agak pas, tidak mau turun lagi. Wah bagaimana nih, aku agak maju duduknya tapi belum merapatkan
barisan ke badan Tante Ida. Aku lanjutkan memijat ke arah lengan
atas dan sengaja kudorong dasternya lagi dan kali ini berhasil, debar jantungku tambah kencang dan mulutku mulai kering. Dasternya turun lagi dan pinggir pentil buah dadanya sudah kelihatan. Tapi waktu kudorong lagi malah tidak mau turun, aku kecewa dan si tante juga diam saja. Ya sudah aku nikmati seadanya di kaca itu. Lalu aku pijat terus ke arah punggung dan aku ada ide, aku ulur tanganku memijat dengan keempat jariku mendekati meraba pangkal buah dadanya, lama aku memijat dan aku berusaha semakin ke depan keempat jariku (bisa dibayangi tidak). Ya, lumayan aku dapat juga tepi-tepi buah dadanya. Si tante diam saja sambil nonton TV, aku juga tidak berani melanjutkan macam-macam (takut ditampar pula). Aku pijat makin turun ke pinggang dan dasternya susah menghalangi, jadi aku pijat dari luar (padahal kalau sekarang aku
pasti berani ngomong, “Tante ini dasternya dibuka saja ya..” dasar masih tolol waktu itu). Dari pinggang aku terus ke pantatnya dan ketika itu penisku
sudah keras kencang. Tiba-tiba si
tante bergeser, pegal barangkali duduk diam terus, dan agak mundur, aku tidak sempat menghindar dan pantatnya kena penisku. Aku pakai celana pendek training dari kain kaos waktu itu. Dia kaget dan di kaca aku lihat dia agak mesem tapi masih diam. Aku juga terpana dan merasa salah. Tapi ya aku juga tidak geser menghindari, jadi aku biarkan saja. Terus si tante ambil selimut besar dan menutupi kakinya dan pahanya. Kemudian dia menyender agak ke belakang dan bisiknya, “Pijetin paha Tante dong!” Nah aku mau tidak mau karena dari belakang jadinya mesti merapatkan badan. Aku ulurkan tangan ke depan ke paha atasnya, agak bingung dan ketika aku lihat di kaca dia senyum, sambil merem matanya, buah dadanya masih kelihatan sisi atasnya dan pungungnya terasa hangat di dadaku dan mukaku dekat lehernya yang jenjang. Aku tak sengaja bernafas di lehernya dan telinganya dan dia menggelinjang geli. Ya, aku juga jadi berani dan kuulurkan tangan ke depan memijat paha atas dari bawah selimut. Eh, si daster rupanya sudah disingkap ke atas dan aku terpegang paha Tante Ida tanpa daster lagi. Lututku sudah lemas dan nafasku sudah tidak teratur mendesah di lehernya yang jenjang. Aku pijat pelan-pelan dan tiba-tiba aku merasa tangan Tante Ida menjamah ke belakang dan menyentuh penisku. Aku seperti kena lisrik dan sempat agak menjerit, eh si tante bilang, “Ssst.. diam. Apa sih ini keras bener?” tanyanya sambil nanar menatap aku di kaca. Dan tangannya meraba makin ke tengah penis dan tiba-tiba dia membuka kancing celana (kalian tahu kan celana kain kaos itu, kancing “cepret”-nya cuma dua dan aku memang tidak pakai celana dalam lagi). Dan Tante Ida menggenggam batang penisku. “To, raba terus pahaku di atasnya, aku juga masukkan tanganku, astaga! tidak ada celana dalamnya.” Dan aku teruskan jari-jariku (sudah jadi berani dan otakku sudah kacau tidak peduli ada anak-anak di lantai bawah di depan kami itu, dan suara si oma di dapur masih klontang klonteng orang berberes). Lebih kaget lagi aku tidak menemukan rambut apa- apa di pangkal paha atas Tante Ida itu. Padahal waktu aku intip tempo hari seingatku lebat sekali tuh. Kuraba-raba terus dan di kaca kelihatan Tante Ida mukanya seperti orang bingung keenakan (padahal aku belum masukkan ke lubangnya, masih bego aku, karena ini pengalaman pertamaku, eh aku waktu itu masih di SMP kelas 3). Tante Ida agak mengangkangkan pahanya dan aku terus mengusap-usap dan menangkupkan telapakku di bukit gundul itu, tidak tahu mesti
apa (uih guoblook tenan kalau kata Basuki). Hangatnya bukan main, sementara tangan si tante masih mengurut-urut lembut batang penisku, aku duduk agak maju lagi. Auhh, enaknya bukan main deh dipegang sama wanita itu. Badan Tante Ida harum juga karena lotion dan ada semerbak jasmine. Kulit Tante Ida itu hitam manis. Akhirnya dia menyender total dan tanganya di penis dan buah zakarku, ujung penisku sudah kuyup sama seminal fluid yang keluar. Aku sudah kepingin benar menangkupkan tangan di buah dadanya tapi susah karena pasti bisa kelihatan anak- anaknya. Tiba-tiba aku ingin kencing dan agak sakit rasanya, aku bingung dan akhirnya aku bilang tante bahwa aku ingin kencing. “Ohh.. ya sudah kamu ke kamar mandi Tante situ!” Aku bangun dan ke kamar mandi dan sambil menyesel-nyesel takut nanti si tante berubah pikiran. Aku kencing dan.. astaga! itu kepala penis sudah benar-benar basah, kalau tidak karena kehalang kencing sudah orgasme mungkin tadi itu. Setelah kencing aku bersihkan si kepala jamur yang sudah merah tua sekali warnanya. Waktu aku balik, si tante sudah kemulan sama selimut sambil duduk, aku duduk lagi di pinggir ranjang dan Tante Ida bilang, “Ayo To, pijetin lagi, kamu duduk lonjorkan kakimu!” Wah aku jadi semangat lagi, penisku sudah agak layu setengah ereksi. Kancing “cepret” celana pendekku aku tidak kancing lagi. Begitu duduk aku rapatkan lagi barisan (he he..he seperti baris berbaris saja). Aku kaget karena ternyata dasternya tidak ada, pantas Tante Ida kemulan selimut. Dan dia tidak duduk tapi berlutut bersimpuh agak nungging ke depan. Dia membisikkan, “To, biar Tante duduk di atas pangkuanmu.” Aku melonjorkan kaki rapat dan si tante mengangkang lalu duduk berlutut pantatnya persis di atas penisku, aku benar-benar setengah masih merasa apa ini mimpi basah saja. “Kamu pengen pegang susu Tante kan, ayo kamu raba.” Dan di dalam selimut itu aku bebas, tanganku merajalela. Duh enaknya memerah susu kenyal, dan putingnya terasa kasar di telapak tanganku, seketika mengeras dan si tante begitu aku meremas gemetar dan bibirnya terlihat di kaca digigitnya. Aku meremas-remas seperti tukang roti mengaduk adonan roti. Tangan Tante Ida juga tidak diam, dia menggenggam penisku dan digosok-gosokkan di bibir vaginanya. Aku merasa luar biasa hangat itu bukitnya. Dan tanganku kedua-duanya aktif sekali. Jariku memilin pulir-pulir dan melintir putingnya, besarnya ada sebesar jari kelingking (anaknya doyan ASI kali ya). Ukuran buah dadanya berapa ya,
ada 38C barangkali. Bersambung ke bagian 02


oleh wendy qiruna

Kisah temanku

Nama saya adalah Aldo. Saya merupakan mahasiswa tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi di kota Bogor. Saya memiliki pengalaman yang tak akan saya lupakan seumur hidup saya. Kejadian itu terjadi pada waktu saya masih kuliah di tingkat 1 semester ke-2. Saat itu saya tinggal di sebuah rumah yang oleh pemiliknya disewakan untuk kost kepada mahasiswa. Saya tinggal bersama 2 orang mahasiswa lain yang keduanya merupakan kakak kelas saya. Pemilik rumah kos itu adalah seorang Dosen yang kebetulan sedang studi di Jepang
untuk mendapatkan gelar Doktor. Ia telah tinggal di Jepang kurang lebih 6 bulan dari rencana 3 tahun ia di sana. Agar rumahnya tetap terawat maka ia menyewakan beberapa kamar kepada mahasiswa yang kebetulan kuliah di dekat rumah itu. Yang menjadi Ibu kost-ku adalah istri dari Dosen yang pergi ke Jepang tersebut. Namanya sebut saja Intan. Aku sering menyebut ia Ibu Intan. Umurnya kira-kira sekitar 30 tahunan dengan seorang anak umur 4 tahun yang sekolah di TK nol kecil. Jadi di rumah itu tinggal Ibu Intan dengan seorang anaknya, seorang pembantu rumah tangga yang biasa kami panggil Bi Ana, kira-kira berumur 50 tahunan, aku dan kakak kelasku bernama Kardi dan Jun. Ibu Intan memiliki tubuh yang lumayan. Aku dan kedua kakak kelasku sering mengintip dia apabila sedang mandi. Kadang kami juga sering mencuri-curi pandang ke paha mulusnya apabila kami dan Ibu nonton tivi bareng. Ibu Intan sering memakai rok apabila dirumah sehingga kadang-kadang secara tidak sadar sering menyingkapkan paha putihnya yang mulus. Ibu Intan memiliki tinggi kurang lebih sekitar 165 cm dengan bodinya yang langsing dan putih mulus serta payudara yang indah tapi tak terlalu besar kira-kira berukuran 34 B (menurut nomer dikutangnya yang aku liat di jemuran). Ibu Intan memiliki wajah
yang lumayan imut (mirip anak- anak). Dia sangat baik kepada kami, apabila dia menagih uang listrik dan uang telepon dia meminta dengan sopan dan halus sehingga kami merasa betah tinggal di rumahnya. Pada suatu malam (sekitar bulan maret), kebetulan kedua kakak kelasku lagi ada tugas lapangan yang membuat mereka mesti tinggal di sana selama sebulan penuh. Sedangkan anak Bu Intan yang bernama Devi lagi tinggal bersama kakeknya selama seminggu. Praktis yang tinggal di rumah itu cuma aku dan Ibu Intan, sedangkan Bi Ana tinggal di sebuah rumah kecil di halaman belakang yang terpisah dari rumah utama yang dikost-kan. Malam itu kepalaku sedikit pusing akibat tadi siang di kampus ada ujian Kalkulus. Soal ujian yang sulit dan penuh dengan hitungan yang rumit membuat kepalaku sedikit mumet. Untuk menghilangkan rasa pusing itu, malamnya aku memutar beberapa film bokep yang kupinjam dari teman kuliahku.
“Lumayan lah, mungkin bisa ngilangin pusingku”, pikirku. Aku memang biasa nonton bokep di komputerku di kamar kosku apabila kepala pusing karena kuliah. Pada saat piringan kedua disetel, tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara pintu kamarku terbuka.
“Hayo Aldo, nonton apaan kamu?” Ibu Intan berkata padaku.
“Astaga, aku lupa menutup pintu kamar” gerutuku dalam hati. Ibu Intan telah masuk ke kamarku dan memergoki aku sedang nonton film bokep. Aku jadi salah tingkah sekaligus malu.
“Anu bu, aku cuma..” jawabku terbata-bata.
“Boleh Ibu ikut nonton?” katanya bertanya padaku
“Boleh..” jawabku seakan tak percaya kalo dia akan nonton film bokep bareng aku.
“Dah lama nih Ibu ga nonton film kaya’ gini. Kamu sering nonton ya?” katanya menggodaku. “Ah, gak bu..” jawabku “Hmm.. bagus juga adegannya” dia berkata sambil memandang adegan yang berlangsung. Akhirnya kami sama-sama menonton film bokep tersebut. Kadang-kadang dia meremas- remas payudaranya sendiri yang membuat kemaluanku berdiri tegak. Dia memakai daster putih malam itu kontras dengan kutang dan celana dalam warna hitam. Kadang aku melirik dia dengan sesekali memperhatikan dia yang sesekali memegang kemaluannya dan menggoyangkan pinggulnya seperti cewe yang sedang menahan kencing. Pemandangan itu membuat darahku mendesir dan membuat batang kejantananku berontak dengan sengit di dalam celana dalamku.
Tiba-tiba dia bertanya, “Do, kamu pernah melakukan seperti yang di film tadi ga?” Aku terkejut mendengar kata- kata itu terlontar dari mulutnya.
“Belum” jawabku. “Ah masa?” tanya dia seakan tak percaya.
“Bener bu, sumpah.. aku masih perjaka kok” jawabku. “Kalo pacarmu ke kamarmu ngapain aja? ayo ngaku” tanyanya sambil tersenyum kecil.
“Ah ga ngapa-ngapain kok bu, paling cuma diskusi masalah kuliah” jawabku. “Yang bener.. trus kalian ampe buka-bukaan baju ngapain? emang Ibu ga tau.. ayo ngaku aja, Ibu dah tau kok” tanyanya sambil mencubit pipiku. Wajahku jadi merah padam mendengar dia berkata seperti itu, ternyata ia sering ngintipin aku ama pacarku.
“Iya deh.. aku emang sering bermesraan sama pacarku tapi ga sampai ML, paling jauh cuma oral dan petting aja” jawabku jujur.
“Ohh..”, katanya seakan tak percaya.
Akhirnya kita terdiam kembali menikmati film bokep. Akhirnya film itu selesai juga juga.
“Do, kamu bisa mijit ga”, tanyanya.
“Dikit-dikit sih bisa, emang kenapa bu?” “Ibu agak pegel-pegel dikit nih abis senam aerobik tadi sore. Bi Ana yang biasa mijetin dah tidur kecapekan kerja seharian, bisa kan?” “Boleh, sekarang bu?” “Ya sekarang lah, di kamar Ibu yah.. ayo”. Aku mengikuti Ibu Intan dari belakang menuju ke kamarnya. Baru pertama kali ini aku masuk ke kamar Ibu kosku itu. Kamarnya cukup luas dengan kamar mandi di dalam, kasur pegas lengkap dengan ranjang model eropa. Di sebelahnya ada meja rias, lemari pakaian dan meja kerja suaminya. Kamar yang
indah.
“Ini minyaknya”, Bu Intan menyerahkan sebotol minyak khusus buat memijat.
Minyak yang harum, pikirku. Aku emang belum pernah mijat tapi saat ini aku harus bisa. Ibu Intan kemudian membuka dasternya, hanya tinggal kutang dan celana dalam hitam yang terbuat dari sutera. Melihat pemandangan ini aku hanya bisa melongok takjub, tubuhnya yang putih mulus tepat
berdiri di hadapanku. “Ayo mo mijit ga? Jangan bengong gitu”. Aku terhentak kaget. Aku lupa kalo saat itu aku mo mijit dia. Akhirnya dia berbaring telungkup dia atas kasur. Aku mulai melumuri punggungnya dengan minyak tersebut. Aku mulai memijit dengan lembut. Kulitnya lembut sekali selembut sutera, kayanya dia sering melakukan perawatan tubuh, pikirku dalam hati.
“Ahh.. enak juga pijatanmu Do, aku suka.. lembut sekali. ” Aku memijat dari bahunya sampai mendekati pantat, berulang- ulang terus.
“Do, tolong buka kutangku. Tali kutangnya ga nyaman, ganggu pijatannya” katanya menyuruh aku tuk membuka kutangnya.
Aku membuka tali kutangnya dan Ibu Intan kemudian melepas kutangnya. Sesekali aku memijat sambil menggelitik daerah belakang telinganya.
“Ssshh.. ahh..” dia mendesah apabila daerah belakang telinganya kugelitik dan apabila lehernya kupijat dengan halus.
“Do, tolong pijat juga kakiku ya..” katanya. Aku mulai meminyaki kakinya yang panjang dan ramping. Sungguh kaki yang indah. Putih, bersih, mulus, tanpa cacat dengan sedikit bulu-bulu halus di betis. Pikiranku mulai omes, aku sedikit kehilangan konsentrasi ketika memijat bagian kakinya.
“Do, tolong pijat sampai ke pangkal paha ya..” pintanya sambil memejamkan mata.
Ketika tanganku memijat bagian pangkal pahanya, dia memejamkan mata sambil mendesah seraya menggigit bibir pertanda dia mulai “panas” akibat pijatanku. Aku mulai nakal dengan memijat-mijat sambil sesekali menggelitik daerah- daerah sensitifnya seperti leher dan pangkal pahanya. Dia mulai menggeliat tak karuan yang membuat kejantananku berontak
dengan keras di celana dalamku. Tiba-tiba dia berkata, “Do, bisa mijit daerah yang lain ga?” “Daerah yang mana bu?” Tiba-tiba dia membalikkan badannya seraya membimbing kedua tanganku ke atas payudaranya. Posisi badannya sekarang adalah telentang. Dia hampir telanjang bulat, hanya tinggal segitiga pengamannya saja yang belum terlepas dari tempatnya. Aku tertegun melihat pemandangan itu. Payudaranya yang indah membulat menantang seperti sepasang gunung kembar lengkap dengan puncaknya yang kecoklatan. Aku meremasnya dengan lebut sambil sesekali melakukan “summit attack” dengan jari jemariku mempermainkan putingnya. Seperti memutar tombol radio ketika mencari gelombang. Ia mulai menggelinjang tak karuan.
“Ahh.. oohh.. sshh”, dia mendesah sambil membenamkan kepalaku menuju payudaranya.
“Do.. Jilatin payudaraku Do.. cepat..”. Aku mengabulkan permintaannya dengan memainkan lidahku diatas putingnya. Lidahku bergerak sangat cepat mempermainkan putingnya secara bergantian seperti penari samba yang sedang bergoyang di atas panggung.
“Oohh.. yyess.. uukkhh..” Dia terus mendesah sambil mencengkramkan tangannya di pundakku.
Dia memeluku dengan erat. Semakin cepat aku meminkan lidahku semakin keras desahannya. Lidahku mulai naik ke daerah leher dan bergerilya di sana. Bergerak terus ke belakang telinga sambil tanganku memainkan putingnya. Dia terus mendesah dan dengan sangat terlatih membuka baju dan celanaku. Sekarang yang kupakai hanya celana dalam yang menutupi rudal Scud-ku. Kami mulai berpelukan dan berciuman dengan ganasnya. Ternyata dia sangat ahli dalam mencium. Bibirnya yang lembut dan lidah kami yang saling berpagutan membuatku serasa melayang seperti lalat. Dia mulai menciumi leherku dan sesekali menggigit kupingku. Aku semakin rakus dengan menjilatinya dari mulai leher sampai ujung kaki.
“Aahh..”, aku mendesah ketika tangannya menyusup ke markasku mencari rudalku, mengenggamnya dan mengocoknya dengan tangannya yang lembut.
Dengan bantuan kakinya dia menarik celana dalamku sehingga celana dalamku terlepas. Aku telah telanjang bulat. Terlihat seorang prajurit lengkap dengan topi bajanya berdiri tegak siap untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasannya.
“Oohh.. auhh.. sshh..”, dia terus memainkan prajuritku dengan tangannya. Tanganku mulai membuka celana dalamnya yang telah basah oleh cairan pelumas yang keluar dari dalam lobang vaginanya. Terlihat sebuah pemandangan yang indah ketiga segitiga pengaman itu terlepas. Sebuah pemandangan yang sangat indah di daerah selangkangan. Jembutnya yang rapi terurus dan vaginanya yang berwarna merah muda membuat darahku mendesir dan kejantananku semakin menegang.
“Oohh.. nikmaatt.. truss..”, dia berkata sambil mendesah ketika lidahku menggelitik daging kecil di atas lobang vaginanya.
“Oohh.. sshh.. Yess.. truuss..” Semakin cepat aku memainkan lidahku semakin cepat juga dia mengocok kontolku. Aku terus mempercepat ritme lidahku, badannya semakin bergerak tak terkontrol. Tanpa sadar tangannya membenamkan kepalaku ke selangkangannya, aku hampir tak bisa bernapas. Aku mencium aroma khas vagina yang harum yang membuat lidahku terus menjilati klitorisnya.
“Ohh.. Ssshh.. Ukhh”, dia terus mendesah.
“Do.. ahh.. lebih cepat.. ukhh.. aku mo keluar nih..” “Ahh..”, terdengar lenguhan panjang dari bibirnya yang mungil.
“Aukhh..”, tiba-tiba badannya menegang hebat. Kedua tangannya menggenggam kepalaku dengan erat dan vaginanya semakin basah oleh cairan yang keluar. Dia mengalami
orgasme klitoris, yaitu orgasme yang dihasilkan akibat perlakuan pada kelentitnya.
“Do, nikmat sekali.. Aku tak menyangka kamu pandai bersilat lidah”, katanya sambil napasnya terengah-engah.
Ketika aku siap untuk menembakkan rudalku, tiba-tiba ia berkata, “Do, aku punya sebuah permainan untukmu”. “Permainan apa?” tanyaku. “Pokoknya kamu ikut aja, permainan yang mengasyikkan. Mau?” tanyanya. “Oke..”, jawabku. Dia mengambil sebuah slayer dan menutup mataku, kemudian menyuruhku berbaring terlentang dan mengikut kedua tanganku dengan selendang yang telah ia siapkan. Kedua tanganku dan kakiku diikat ke empat penjuru ranjang sehingga aku tak bisa bergerak. Yang bisa aku gerakkan cuma pinggulku dan lidahku. Aku pun tak bisa melihat apa yang dia lakukan padaku karena mataku tetutup oleh slayer yang dia ikatkan. Aku seperti seorang tawanan. Aku hanya bisa merasakan saja. Tiba- tiba aku merasakan lidahnya mulai bergerilya dari mulai ujung kakiku. Trus bergerak ke pangkal paha.
“Ahh”, aku mendesah kecil. Lidahnya terus bergerak ke ke atas menuju perutku, terus menjilati daerah dadaku.
“Oohh.. Ssshh..”, aku mulai mendesah keenakan. Lidahnya terus naik ke leherku dan mencium bibirku. Kemudian lidahnya mulai turun kembali.
“Ohh.. yyeess.. uukkhh..”, aku mendesah hebat ketika lidahnya bermain di daerah antara lubang anus dan biji pelerku.
“Aahh..”, aku terus mendesah ketika dia mulai menjilati batang kemaluanku dari mulai pangkal sampai kepalanya, terus menerus, membuat tubuhku berkeringat hebat menahan rasa yang amat sangat nikmat. “Panjang juga ya punya kamu”, Ibu Intan berkata padaku seraya mengulum penisku masuk ke dalam mulutnya.
“Ahh.. eenaakk.. sshh”, aku mendesah ketika batang kejantananku mulai keluar masuk mulutnya.
Sesekali dia menghisapnya dengan lembut. Dia terus mengulum penisku dan semakin lama semakin cepat. Dia memang ahli, pikirku. Tidak seperti kuluman pacarku yang masih minim pengalaman. Ibu Intan merupakan pengulum yang mahir.
“Aahh.. ahh.. ah.. aahh.. sshh.. teruss”, aku memintanya supaya mempercepat kulumannya. Ingin rasanya menerkam dia dan menembakkan rudalku tapi apa daya kedua kaki dan tanganku terikat dengan mataku tertutup. Tiba-tiba ada sesuatu di dalam penisku yang ingin mendesk keluar.
“Ahh.. sshh.. Bu, aku mo keluarr”, kataku
Mendengar itu, semakin cepat ritme kulumannya dan membuatku tak tahan lagi untuk mengeluarkan spermaku.
“Aaahh..”, aku mengerang hebat dan tubuhku mengejang serta gelap sesaat ketika cairan itu mendesak keluar dan muncat di dalam mulut Bu Intan.
Aku seperti melayang ke awang- awang, rasanya nikmat sekali ingin aku teriak enak.
“Enak juga punyamu Do, protein tinggi”, katanya seraya menjiltai sperma yang tumpah. Tiba-tiba aku tak merasakan apa-apa. Tak lama kemudian aku mencium aroma khas vagina di depan hidungku. Ternyata Bu Intan meletakkan vaginanya tepat di mulutku dan dengan cepat aku mulai memainkan lidahku.
“Sshh.. truuss.. ahh.. eennaakk..”, ia mendesah ketika lidahku memainkan kembali daging kecil miliknya. Semakin ia mendesah semakin aku terangsang.
Tak lama kemudian prajurit kecilku kembali menegang hebat.
“Aahh.. sshh.. Ukkhh.. yess”, ia semakin hebat mendesah membuat rudalku telah mencapai ereksi yang maksimal akibat desahannya yang erotis.
Lama kelamaan vaginya semakin basah kuyup oleh cairan yang keluar akibat terangsang hebat.
“Aku ga tahan lagi Do”, katanya seraya mengangkat vaginanya dari mulutku. Dia memindahkan vaginanya dari mulutku dan entah kemana dia memindahkannya karena mataku tertutup oleh slayer yang dia ikatkan kepadaku. Tiba-tiba aku merasakan kemaluanku digenggam oleh tangannya dan dituntun untuk masuk ke dalam sutau lubang hangat sempit dan basah oleh cairan pelumas. Ahh.. baru pertama kali ini aku merasakan nikmatnya vagina. Meskipun Ibu Intan bukan perawan tapi yang kurasakan sempit juga juga vaginanya. Dengan perlahan Ibu Intan mulai membenamkan kemaluanku ke dalam vaginanya sehingga seluruh kemaluanku habis ditelan oleh vaginanya. Aku merasakan nikmat dan geli yang luar biasa ketika kemaluanku masuk ke dalam vaginanya. Posisiku telentang dengan Bu Intan duduk
di atas kemaluanku persis seperti seorang koboi yang sedang bermain rodeo. Dengan perlahan tapi pasti, Ibu Intan mulai memainkan pinggulnya
naik turun secara perlahan.
“Aaahh.. uuhh”, desahku ketika Ibu Intan memainkan pinggulnya naik turun secara perlahan dan sesekali memutarkan pinggulnya. Itu membuat diriku seperti melayang ke udara. Aku pun mulai menggoyangkan pantatku naik turun.
“Do.. giillaa.. enaakk ssekali..”, teriak Bu Intan.
Aku tak mampu untuk berkata- kata lagi. Aku hanya bisa mendesah dan mendesah. Lama kelamaan Ibu Intan mulai mempercepat ritme goyangannya, naik turun dan sesekali memutarkan pinggulnya. Tak mau kalah, aku pun mulai mempercepat sodokanku.
“oohh.. yess.. ohh..”, desah Ibu Intan.
“Ahh.. uhh.. goyang terruss buu”, kataku.
“Enaakk.. Doo.. tolong cepetin sodokanmu Do..”, katanya. Sodokanku semakin cepat dan semakin cepat pula Ibu Intan menggoyangkan pinggulnya.
“Ohh.. shit.. oohh.. nnikkmmat..”, Ibu Intan berteriak seraya menjambak rambutku. Dia mulai membuka slayerku. Aku bisa melihat pemandangan yang sungguh menakjubkan sekaligus menggairahkan di depanku. Tubuh Ibu Intan yang bergoyang membuat rambutnya acak- acakan dan seluruh tubuhnya penuh dengan keringat. Payudaranya yang putih bersih dengan putingnya yang kecoklatan ikut bergoyang seirama dengan goyangan pinggulnya yang mengocok kemaluanku. Mukanya yang manis
dengan mata yang sesekali merem melek, mulutnya yang mendesah dan sesekali mengeram serta wajahnya yang dipenuhi keringat membuat ia keliatan seksi dan menggairahkan.
“Ahh.. shit.. oh.. god.. ohh.. enak..”, desahnya.
Aku melihat Ibu Intan yang setiap hari terlihat lembut ternyata memiliki sisi yang sangat menggairahkan dan terlihat haus akan sex. Ibu Intan pandai memainkan ritme goyangannya, kadang dia melambatkan goyangan pinggulnya kadang dengan tiba-tiba mempercepatnya. Aku hanya bisa mengikuti perrmainannya dan aku sangat menikmatinya. “Aaahh..!”, aku berteriak keenakan ketika aku merasakan diantara goyangannya yang mengocok kemaluanku, vaginanya seperti menghisap kemaluanku.
“Mampus kamu Do.. tapi enak kan? Itu namanya “hisapan maut”.. Ibu mempelajarinya melalui senam Keggel..”, katanya sambil memandangku dengan liar.
Aku semakin mempercepat sodokanku dan Ibu Intan pun mempercepat goyangannya naik turun dan berputar secara bergantian sesekali dilakukannya hisapan maut yang membuat seluruh tulang dalam tubuhku seperti terlepas dari persendiannya. Ibu Intan mulai menciumi leherku dan bibirku. Kami semain “panas” dan lidah kami saling berpagutan sementara sodokan kemaluanku dan goyang pinggulnya semakin lama semakin cepat.
“Uhh.. ahh.. shh.. ahh..”, aku mendesah.
Ibu Intan semakin ganas menciumiku seraya aku mempercepat sodokannya. Aku merasakan sesuatu akan keluar mendesak dari penisku.
“Bu Intan.. ahh.. uhh.. shh.. akkuu mauu kkeluarr..”, kataku. “Ibu juga.. ahh.. tahann.. kita keluarin sama-sama.. sshh ahh..”. “Aku ga tahan lagi bu..”. Tiba-tiba Ibu Intan berteriak panjang.
“Aaahh..” sambil memelukku dengan sangat erat.
“Aaahh..”. bersamaan dengannya aku merasakan penisku memuntahkan cairan hangat di dalam vaginanya.
Kami berciuman dan kurasakan tubuhnya dan tubuhku mengejang hebat menahan kenikmatan yang amat sangat. Gelap sesaat yang diiringi kenikmatan yang luar biasa membuat tubuhku seperti melayang jauh ke awang-awang. Nikmatnya melebihi masturbasi yang sesekali aku lakukan. Kami sama-sama terkulai lemas dengan napas yang terengah- engah seperti dua olahragawan yang telah balap lari. Ibu Intan menatapku sambil tersenyum manis. Aku hanya terdiam menatap langit-langit.
“Do, kamu nyesel ga ML sama Ibu?”, tanya Ibu Intan kepadaku. “Nggak bu..”. “Terus kenapa kamu termenung begitu?”. “Aku cuma bingung, aku kan mengeluarkan sperma di dalam vagina Ibu, aku cuma khawatir nanti Ibu hamil gara-gara saya” “Ha.. ha.. ha.. jadi itu yang kamu khawatirkan?” “Iya bu. ” “Tenang aja, Ibu teratur ko minum pil kb. Jadi kamu ga perlu khawatir?” Apa yang dikatakannya membuatku tenang. Akhirnya kami berbicara ngalor ngidul. Dan kami juga bercanda dan tertawa. Kami ngobrol dan becanda dalam keadaan bugil tanpa busana sehelai benang pun menempel di tubuh kami.
“Do, kamu lapar ga? Ibu lapar”, katanya.
“Iya bu” “Ibu masakin kamu nasi goreng spesial buatan Ibu ya?” “Boleh”, jawabku. Kami berpakaian kembali. Ibu Intan hanya menggunakan daster putih tanpa memakai kutang dan celana dalam, sedangkan aku hanya menggunakan celana pendek saja
tanpa menggunakan baju. Aku menunggu di meja makan sambil nonton MTV dan Ibu Intan di dapur memasak nasi goreng. Akhirnya nasi goreng pun selesai di masak dan kami makan bersama-sama di meja makan. Meja makannya cukup besar, terbuat dari kayu jati dengan motif yang indah. Di sisi lain meja makan terdapat susu kental manis, teh celup, sebotol madu, tempat sendok dan garpu, serbet dan alas makan. Setelah makan selesai, aku dan Ibu Intan membersihkan meja makan bekas kami makan. Kami mulai bercanda-canda lagi. Tanpa sadar aku mulai becanda sedikit porno dan darahku mulai berdesir melihat ia berpakaian daster tanpa menggunakan kutang dan celana dalam. Tampak samar-samar putingnya menonjol seakan ingin merobek daster yang dikenakannya. Bayangan hitam di selangkangannya (jembut) merupakan pemandangan yang indah.
“Ibu cantik dan seksi pake daster itu”, kataku. “Kamu ngerayu Ibu ya..” “Bener lho bu, apalagi ga pake kutang dan celana dalem” “Ah kamu.. mulai nakal ya”, katanya sambil nyubit pipiku. Prajuritku sedikit demi sedikit mulai kembali berdiri tegak. Ini akibat dari mataku yang selalu tertuju pada gundukan hitam di balik daster Ibu Intan.
“Lho.. kok bangun lagi prajurit kecilmu, mo tempur lagi ya”, katanya.
Aku tidak segera menjawab karena tangan Ibu Intan sudah mulai menyusup ke dalam celanaku yang emang ga make kolor. Dengan lembut ia mulai mengocok penisku.
“Ahh..”, aku mendesah kecil, lalu kami mulai berciuman dengan mesranya.
Tanpa sadar ketika berciuman tangan kami bergerilya dan mulai melucuti pakaian masing-masing. Kami sudah telanjang bulat dan kami masih terus berciuman sementara tangan Ibu Intan mengocok penisku dengan lembutnya. Hmm.. rasanya nikmat sekali. Tidak tau gimana awalnya tetapi kami sudah berada di atas meja makan, terbaring sambil berciuman. Ibu Intan dalam posisi telentang dan aku berada di atasnya. Aku mulai menciumi lehernya dan terus bergerak ke belakang telinga.
“Aaahh..”, Ibu Intan mendesah ketika lidahku mulai bergerak lincah dan menjilati kedua puting susunya secara bergantian sementara tanganku yang lain memainkan klitorisnya.
Vaginanya mulai basah akibat cairan pelumas yang keluar dari lubang kenikmatannya. Tangannya terus mengocok kontolku.
“Do.. enak.. sshh..”, desahnya sambil memejamkan mata.
Kami mulai berganti posisi, Ibu Intan yang mengarahkannya. Giliranku telentang dan Ibu Intan berada di atasku dengan posisi terbalik. Kami melakukan gaya 69. Aku menjilati klitorisnya dengan rakus seperti orang kelaparan yang bertemu makanan sementara Ibu Intan menghisap kontolku dengan lembut dan sesekali menjilati kepala penisku yang membuat merasa seperti tersengat listrik.
“Uhh.. sshh..”, aku mendesah ketika hisapan Ibu Intan senakin kuat.
Semakin cepat lidahku menggelitik klentitnya semakin ganas pula dia mengulum penisku. Aku bangkit dan Ibu Intan kuposisikan telentang di atas meja dengan kaki mengangkang. Terlihat dua buah gunung kembar yang sangat indah yang membuat darahku berdesir hebat. Sementara di selangkangannya terdapat bibir merah muda yang merekah lengkap dengan bulu-bulunya yang membuat rudalku semakin mengeras. Aku segera meraih kaleng susu kental manis di sampingku dan perlahan-lahan mengoleskannya ke seluruh tubuh Ibu Intan dari mulai leher sampai dengan ujung kaki. Kemudian aku mengoleskan madu disekitar puting dan kemaluannya. Aku mulai menjilatinya mulai dari leher. Ibu Intan hanya bisa pasrah dengan mata terpejam dan dari mulutnya terdengar desahan kecil. Lidahku bergerak turun ke arah bahunya, kemudian bergerak menuju payudaranya. Tubuh Ibu Intan menggelinjang ketika lidahku menari-nari di atas puncak gunung kembarnya.
“Do.. aahh.. sshh.. Ibu ga tahan.. masukin Do..”, Ibu Intan meminta aku segera menusukkan penisku ke dalam vaginanya.
Tapi aku pura-pura tak mendengar. Lidahku mulai bergerilya lagi menjilati semua susu kental yang menempel di tubuhnya. Lidah mulai bergerak lagi ke arah perut. Lalu aku mulai menjilati dari ujung kaki Ibu Intan, naik ke betis terus ke pangkal paha. Ketika lidahku menjilati cairan madu yang membasahi sekitar kemaluan dan klitorisnya, Ibu Intan menggelinjang hebat dan tanpa sadar semakin membenamkan kepalaku ke vaginanya. Semakin ganas aku menjilati madu yang ada di klitorisnya, semakin tak terkendali juga tubuh Ibu Intan menggelinjang. “Sshh.. oughh.. aahh.. pleeaassee.. masukin Do..”, katanya seraya menghisap jari telunjukku.
Dia mengangkat kakinya dan menyimpannya di atas bahuku sementara aku berdiri di atas lutut. Perlahan aku mulai memasukkan penisku. Vaginanya yang sudah basah kuyup dan licin
memudahkanku untuk membenamkan seluruh penisku ke lubang sorga dunia miliknya.
“Aahh.. nnikmmaatt..”, teriaknya sambil menggoyangkan pinggulnya melingkar.
Aku mulai memainkan sodokanku. Kecepatannya semakin lama semaikn kutambah begitu pula goyangan pinggul Ibu Intan.
“Ibu.. enaakk.. uhh.. shh..”, desahku sambil memejamkan mata.
“Aahh.. sshh.. mm..”, ia mendesah sambil menghisap jari tanganku. Suara becek vagina Ibu Intan yang dikocok oleh penisku terdengar seperti sebuah nyanyian yang merdu. Sesekali terdengar bunyi derak meja makan tempat kami bercinta. Kami berganti posisi. Ibu Intan membelakangiku dengan posisi menungging dan aku menusuknya
dari belakang. Tubuh kami semakin basah kuyup oleh keringat. Keringat Ibu Intan yang bercampur dengan cairan susu kental menimbulkan wangi yang semerbak. Kami semakin terhanyut ke dalam dunia yang entah dimana.
“Teerruuss.. cepett.. lebih.. cepett.. aahh..”, Ibu Intan mendesah sambil memintaku untuk mempercepat sodokanku.
Kami berganti posisi lagi. Aku dalam posisi duduk dan Ibu Intan duduk dipangkuanku sementara penisku asyik bergulat di dalam lubang vaginanya.
“Aahh.. sshh.. goyang terruss..”, desahku ketika Ibu Intan mulai bergoyang dengan ganasnya. Kami berciuman sementara penisku dikocok oleh lubang vaginanya Ibu Intan yang sangat hangat sekali. Vagina Ibu Intan semakin banyak mengeluarkan cairan pelumas yang hangat. Suara becek yang diakibatkan oleh sodokan kontolku dan beceknya lubang vagina Ibu Intan semakin keras.
“Aaahh.. sshh.. aahh.. oohh.. yess..” desahku. “Faster.. oohh.. aahh.. ssh.. faster.. Do..”, desah Ibu Intan sambil memintaku untuk mempercepat sodokan penisku.
Sementara penisku “bermain” di dalam lubang vaginanya Ibu Intan, lidahku juga mulai memainkan putingnya. Itu membuat tubuh Ibu Intan semakin bergerak tak karuan, goyangan pinggulnya semakin ganas dan sesekali dia menggigit leherku untuk menahan kenikmatan yang dia rasakan. Semakin lama semakin kupercepat sodokan penisku dan gelitikan lidahku di putingnya semakin kupercepat pula, semakin ganas juga Ibu Intan bergoyang.
“Aahh..!”, Ibu Intan melenguh panjang sambil memelukku sangat erat sekali, tubuhnya menegang hebat, matanya terpejam dan kurasakan ada cairan hangat kental mengguyur penisku. Ibu Intan mengalami orgasme. Aku semakin mempercepat sodokanku. Tubuh Ibu Intan mulai melemas tapi aku terus mempercepat sodokanku.
“Ahh.. Ibu Intan.. aku mo keluarr.. sshh.. ahh”, ada sesuatu di dalam penisku yang mulai bergerak dan geli bercampur enak yang kurasakan mulai meningkat.
“Do.. keluarin di luar ya.. di mulutku..”, pinta Ibu Intan. Aku mencabut penisku dan dengan rakusnya Ibu Intan segera menghisap kontolku dengan ganas.
“Aahh..”, tubuhku mengejang, mataku terpejam dan tubuhku seperti melayang menembus atmosfer bumi. Rasanya sangat nikmat sekali, sulit dilukiskan dengan kata-kata. Aku memuncratkan air maniku di dalam mulut Ibu Intan. Ibu Intan terus menghisap penisku dengan ganas.
“Aahh.. sshh”, aku mendesah kecil ketika penisku yang mulai loyo terus dijilati oleh Ibu Intan.
Lidah Ibu Intan terus menjilatinya sampai bersih. Lalu kami sama- sama terbaring lemas di atas meja makan. Kami masih berpelukan.
“Nikmat sekali hari ini.. thanks ya Do..”, Ibu Intan berkata kepadaku sambil menatapku.
“Sama-sama.. aku seharusnya yang berterima kasih..”, kataku sambil membelai rambut Ibu Intan.
Kami lalu berciuman lalu berpelukan. Karena kecapean, kami pun langsung tertidur di atas meja makan tempat kami bermain kenikmatan. Aku terbangun ketika cahaya sudah terang. Aku melihat jam dinding, wah.. ternyata pukul setengah tujuh pagi. Kulihat Ibu Intan masih tertidur di pelukanku di atas meja makan yang berantakan tanpa sehelai benang pun menempel di tubuh kami.
“Bu.. bangun..”, bisikku di telinga Ibu Intan.
Wajahnya terlihat begitu cantik ketika tertidur.
“Jam berapa sekarang Do?” “Setengah tujuh”. “Hah.. setengah tujuh?!”, Ibu Intan kaget dan segera bangun.
Kami segera berpakaian dan membereskan meja yang berantakan. Kami takut kepergok oleh Bi Ana. Ibu Intan kemudian masuk kamarnya dan mandi di kamar mandi yang ada didalam kamarnya, aku pun segera mandi di kamar mandi lain yang letaknya dekat dengan kamarku. Sekitar jam tujuh Bi Ana datang dan mulai dengan aktifitas sehari-harinya. Untunglah aku dan Ibu Intan tidak bangun terlambat sehingga perbuatan kami semalam tidak diketahui oleh Bi Ana. ***** Setiap ada kesempatan dan kalau nggak ada orang di rumah, aku dan Ibu Intan sering melakukan ML, kadang di kamarnya, di kamarku, di kamar mandi, ruang tamu dan di dapur juga pernah. Tiga bulan kemudian tepatnya bulan juni, Ibu Intan dan anaknya menyusul suaminya di Jepang. Dan aku pun pindah kos karena rumah Ibu Intan diisi oleh adik suaminya. Suami Ibu Intan akhirnya mendapatkan kerja di Jepang di tempat ia kuliah, oleh karena itu sampai saat ini Ibu Intan, anaknya serta suaminya menetap di Jepang. Aku tak akan pernah melupakan pengalamanku ini seumur hidupku. Terima kasih Ibu Intan, Ibu kost-ku sekaligus guru seksku.


oleh wendy qiruna

TEMPAT KLABING ala wendy qirunadduull

10 Tempat Clubbing
Eksekutif Terbaik di Dunia


118 shares Share 294 tweets retweet APAKAH Anda salah seorang yang
menyukai clubbing? Jika
jawabannya iya, berikut ini
beberapa nightclub terbaik di
berbagai belahan dunia untuk
menghabiskan malam dengan bersenang-senang bersama
teman sambil mendengarkan
irama musik yang menghentak
1. Boom Boom Room,

New
York City Berada di lantai 18 dari Standard
Hotel di New York, Boom Boom
Room yang dibuka pada bulan
September 2009 langsung
menjadi favorit para model,
desainer dan selebritas. Di bagian dalam Anda akan menemukan
desain Lush dari gabungan kayu
gelap dan kursi yang disepuh
dengan sofa retro putih. Area
bar utama merupakan tempat
yang tepat untuk diam-diam melihat siapa selebriti yang
datang.Tempat ini merupakan
pilihan yang tepat untuk
menghabiskan malam saat
berada di New York dengan
pemandangan skyline kota yang cantik.

2. LIV di Hotel
Fontainebleau,

Miami Di dalam Hotel Fontainebleau di
Pantai Miami, Anda bisa
menemukan LIV, sebuah ruangan
mewah yang besar dengan klub
dansa berenergi tinggi. LIV
dikabarkan menjadi klub paling sukses di dunia namun bukan
karena besar ruangannya tetapi
karena orang menghabiskan
banyak uang meraka di sini.Bila
Anda mencari ultra-VIP, LIV
menawarkan enam skyboxes pribadi yang masing-masing
menampilkan layanan botol Eropa
dan mini bar. Desain voyeuristik
seluruh klub malam juga
memungkinkan orang untuk
melihat seluruh tempat dari hampir setiap titik di ruangan
semantara malam terus memanas
dengan penari seksi.

3. Merah, London

Dibuka pada bulan Oktober 2009,
Merah menjadi salah satu klub
terpanas di London. Tempat ini
sangat eksklusif dengan layanan
limosin bagi Anda yang
berkantong tebal. Merah beroperasi atas dasar
keanggotaan, tapi Anda dapat
masuk dengan biaya yang tidak
bisa dibilang murah.Merah adalah
sebuah klub malam canggih yang
menawarkan interior mewah. Sebelumnya Merah dikenal
sebagai Club Crystal. Berbagai
minuman seperti cocktail dan
Dom Perignon Mathuselah bisa
Anda pesan di sini. Merah memiliki
DJ terkenal, Benjamin Franklin dan DJ London papan atas
Sylvian dan Tarek.

4. Playhouse,

Los Angeles LA memiliki begitu banyak klub
namun Playhouse lebih cepat
menjadi tempat yang menarik
untuk selebritas dan
trustafarian. Klub ini
menyediakan puluhan tempat khusus dimana tamu VIP bisa
minum dengan privasi namun ini
hanya buka tiga kali dalam
seminggu yaitu Kamis, Jumat, dan
Sabtu.Playhouse mempunyai luas
hampir 13.000 kaki persegi. Beberapa DJ terpanas dari Eropa
sering kali menghibur klub yang
bisa memuat hampir 1.000 orang
ini. Dengan seni suara dan sistem
pencahayaan yang berkualitas,
waktu malam Anda akan terasa tidak berhenti.

5. Collage, Stockholm Collage

Adalah salah satu
peserta terbesar dari
kemewahan makanan dan pesta
di Stockholm selama 10 tahun
terakhir. Klub mewah ini berada
di sebuah restoran bintang lima di jantung pusat kota Stockholm.
Klub ini menawarkan dua booth
independen DJ yang akan
membuat Anda terus bergoyang
di lantai dansa.Nightclub yang
berada di lantai dua ini sering dikunjungi oleh DJ paling terkenal
di Stockholm. Dengan dua booth
DJ yang berbeda, Anda bisa
memilih musik mana yang disuka.
Selama malam musim panas yang
hangat Anda juga dapat membawa minuman ke taman,
sebuah oasis langka dan sejuk di
tengah kota.

6. Razzmattazz, Barcelona

Terletak di jantung salah satu
kota terbesar di Eropa,
Razzmattazz adalah mega klub
dengan lima ruangan yang
memainkan lima jenis musik yang
berbeda. Anda dapat menikmati campuran dari indie-rock,
techno, pop, dan
electronica.Ruang utama adalah
ruang pertunjukan ideal yang
diberkati dengan tata letak yang
menempatkan semua orang dalam jarak dekat sehingga
menciptakan suasana intim.

7. Wall di Hotel W,

Miami Wall di Hotel W di Pantai Selatan
menghimpun beberapa pemilik
klub legendaris Miami sehingga
terbentuk klub dansa terpanas
di wilayah ini. Jangan berharap
masuk ke sana meskipun murah, karena penekanannya
ditempatkan pada siapa yang
memesan meja.Di sini, Anda akan
menemukan sebuah sofa emas
sebagai pusat klub, dinding
berpola emas dan hitam, bar, bangku Cappellini dan langit-
langit yang mengkilap.

8. Guzel, Athena

Guzel adalah klub mewah dengan
kebijakan yang mewah pula
sehingga hanya yang cantik-
cantik yang diijinkan masuk
dalam pertunjukan epik hip-hop
pada minggu malam sehingga Anda dan tidak akan terkejut
melihat gadis Yunani impian Anda
menari di atas meja.

9. Juliet Supper Club,

New
York Juliet Supper Club dibuka pada
bulan Oktober 2009 dengan
bantuan koki top Todd English
dan kemudian menjelma menjadi
salah satu klub terpanas di New
York dalam satu dekade terakhir. Klub ini terletak di balik
pintu hitam di jalan West 21,
Chelsea.Di sini, sekitar tengah
malam, secara bertahap Anda
akan tenggelam dalam balutan
musik disko dengan berbagai tarian liar dan susana yang
semakin riuh.

10. Rex Club,

Paris Rex Club adalah klub dansa besar
pertama di Prancis yang
membawa musik techno dan
electronic DJ. Mendekati tahun
ke-20, Rex Club memiliki salah
satu formasi paling mengesankan di dunia

source: http://dia-akan-selalu-
ada.blogspot.com/2010/06/
sepuluh-tempat-clubbing-
eksekutif.html

oleh wendy qiruna